Thursday, September 4, 2014

OTONOMI DAERAH

BAB 1
PENDAHULUAN
A . LATAR BELAKANG
            Berdasarkan keputusan MENDAGRI dan Otonomi Daerah Nomor 50 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Dan Tata kerja Perangkat Daerah Provinsi menjadi dasar pengelolahan semua potensi daerah yang ada dan di manfaatkan semaksimal mungkin oleh daerah yang mendapatkan hak otonomi dari daerah pusat.Kesempatan ini sangat menguntungkan
bagi daerah-daerah yang memiliki potensi alam yang sangat besar untuk dapat mengelolah daerah sendiri secara  mandiri ,dengan peraturan pemerintah yang dulunya mengalokasikan hasil daerah 75% untuk pusat dan 25% untuk dikembalikan ke daerah membuat daerah-daerah baik tingkat I maupun daerah tingkat II sulit untuk mengembangkan potensi daerahnya baik secara ekonomi maupun budaya dan pariwisata.
B. Identifikasi Masalah
1. Apa pengertian Otonomi Daerah?
2. Apa aspek Otonomi Daerah?
3. Apa dasar hukum Otonomi Daerah?
4. Apa landasan teori Otonomi Daerah?
5. Apa dampak pelaksanaan Otonomi Daerah?





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Otonomi Daerah
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri (Bayu Suryaninrat; 1985).
Beberapa pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997) mengemukakan bahwa :
1.      F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
2.      Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
3.      Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.
Terlepas dari itu pendapat beberapa ahli yang telah dikemukakan di atas, dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Otonomi dapat diartikan sebagai kesempatan untuk menggunakan prakarsa sendiri atas segala macam nilai yang dikuasai untuk mengurus kepentingan umum (penduduk). Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu merupakan wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.[1]

B.Aspek Otonomi Daerah
Beranjak dari rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah pada prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu :
1)      Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
2)      Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan di atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.
3)      Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber pembiayaan sendiri.
B . DASAR HUKUM DAN LANDASAN TEORI OTONOMI DAERAH
          1 . DASAR HUKUM
Tidak hanya pengertian tentang otonomi daerah saja yang perlu kita bahas.Namun ada dasar-dasar yang bisa menjadi landasan.Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi daerah,yaitu sebagai berikut:
1.            Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2.            Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan daerah.

                                                                                                         
3.            Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan negara.
            Selain berbagai dasar hukum yang mengatur tentang otonomi daerah,saya juga menulis apa saja yang menjadi tujuan pelaksana otonomi daerah,yaitu otonomi daerah harus bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang berada di wilayah otonomi tersebut serta meningkatkan pula sumber daya yang di miliki oleh daerah agar dapat bersain dengan daerah otonom lainnya.
  2 . LANDASAN TEORI
        Berikut ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam otonomi daerah .
1.Asas Otonomi
            Berikut ini ada beberapa asas otonomi daerah yang saya tuliskan di sini.Asas-asas tersebut sebagai berikut:


·                     Asas tertib penyelenggara negara
·                     Asas Kepentingan umum
·                     Asas Kepastian Hukum
·                     Asas keterbukaan
·                     Asas Profesionalitas
·                     Asas efisiensi
·                     Asas proporsionalitas
·                     Asas efektifitas
·                     Asas akuntabilitas


2.Desentralisasi
            Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan pardigma pemerintahan di Indonesia.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.
3.Sentralisasi 
            Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun 1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada pada pemerintah pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah pelayanan negara terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan diri sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah”.
           karakteristik desentralisasi dan otonomi daerah yang diterapkan dalam suatu negara, antara lain, sangat ditentukan oleh format pengaturan distribusi kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah. Kategorisasi, seperti – desentralisasi politik, desentralisasi administrasi, otonomi luas, otonomi terbatas, dan otonomi khusus – semuanya sangat ditentukan oleh seberapa jauh kekuasaan dan wewenang yang dimiliki oleh pemerintah daerah.[2]
D.DAMPAK OTONOMI DAERAH
A.Dampak Positif
            Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah makapemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokalyang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusatmendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yangberada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yangdidapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkanpemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosikebudayaan dan juga pariwisata.
Pemerintah Pusat malah mungkin memperoleh respek dan kepercayaan karena menyerahkan proyek dan sumber daya kepada unit lokal, dan dengan demikian akan meningkatkan pengaruh serta legitimasinya.[3]
B.Dampak Negatif
           Dalam pada itu, sebagian masyarakat beranggapan bahwa Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1999 mampu menjawab tuntutan demokrasi, desentralisasi dan otonomi yang kini semakin nyaring terdengar, sementara sebagian lainnya justru menganggap kedua UU tersebut sebagai sumber malapetaka bagi beberapa daerah tertentu dan bahkan bagi Indonesia.[4]  Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagi oknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugika Negara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang adakebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkandaerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi daerah maka pemerintahpusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang dengan sistem.otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.



BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
            Berdasarkan pembahasan diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi daerah, maka setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan mengajukannya kepada pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan berdampak positif dan bisa memajukan daerah tersebut apabila Orang/badan yang menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam merencanan suatu program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi dikemudia hari. Tetapi sebaliknya akan berdamapak kurang baik apabila orang /badan yang menyusun program tersebut kurang memahami atau kurang mengetahui mengenai bagaimana cara menyusun perencanaan yang baik serta analisis dampak yang akan terjadi.
B.Saran
Analisis Langkah-Langkah Yang Harus Diambil Pemerintah Dalam Mengontrol Otonomi Daerah: 1)  Merumuskan kerangka hukum yang memenuhi aspirasi untuk otonomi di tingkat propinsi dan   sejalan dengan strategi desentralisasi secara bertahap. 2) Menyusun sebuah rencana implementasi desentralisasi dengan memperhatikan faktor-faktor yang menyangkut penjaminan kesinambungan pelayanan pada masyarakat,perlakuan perimbangan   antara daerah-daerah,dan menjamin kebijakan fiskal yang berkelanjutan. 3) Untuk mempertahankan momentum desentralisasi,pemerintah pusat perlu menjalankan segera langkah desentralisasi,akan tetapi terbatas pada sektor-sektor yang jelas merupakan kewenangan Kabupaten dan Kota dan dapat segera diserahkan.

DAFTAR PUSTAKA
Bryant, Carolie dan Louise G., White, 1987,Managing Development in the Third World, terjemahan Rusyant “Manajemen Pembangunan untuk Negara Berkembang”, Jakarta: LP3ES,
Logeman, 1983, “Het Staatsrecht der Zelfregelende Gemeenschappen”  dalam Ateng Syafrudin, “Pasang Surut Otonomi Daerah”, Bandung: Binacipta,
Pande Radja Silalahi, Tahun XXXIX/2000 ,“Implikasi Kebijakan Ekonomi Pemerintah Pusat dan Pembangunan Ekonomi di Daerah”, dalam Jurnal CSIS,
Syarif Hidayat, 2002, “Evaluasi UU No.22 Tahun 1999: Tinjauan Kritis atas Konsep Hubungan Kekuasaan Pusat – Daerah”, dalam “Evaluasi Implementasi Otonomi Daerah”, Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI)





[1] Logeman, “Het Staatsrecht der Zelfregelende Gemeenschappen”  dalam Ateng Syafrudin, “Pasang Surut Otonomi Daerah”, Bandung: Binacipta, 1983, hlm. 25
[2] Syarif Hidayat, “Evaluasi UU No.22 Tahun 1999: Tinjauan Kritis atas Konsep Hubungan Kekuasaan Pusat – Daerah”, dalam “Evaluasi Implementasi Otonomi Daerah”, Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI), 2002, hlm.11
[3] Bryant, Carolie dan Louise G., White, Managing Development in the Third World, terjemahan Rusyant “Manajemen Pembangunan untuk Negara Berkembang”, Jakarta: LP3ES, 1987, hlm.215-216.
[4] Pande Radja Silalahi, “Implikasi Kebijakan Ekonomi Pemerintah Pusat dan Pembangunan Ekonomi di Daerah”, dalam Jurnal CSIS, Tahun XXXIX/2000, No.1, hlm.87.

No comments: