BAB 1
PENDAHULUAN
A . LATAR BELAKANG
Berdasarkan keputusan MENDAGRI dan Otonomi Daerah Nomor 50 Tahun 2000 tentang
Pedoman Organisasi Dan Tata kerja Perangkat Daerah Provinsi menjadi dasar
pengelolahan semua potensi daerah yang ada dan di manfaatkan semaksimal mungkin
oleh daerah yang mendapatkan hak otonomi dari daerah pusat.Kesempatan ini
sangat menguntungkan
bagi daerah-daerah yang memiliki potensi alam yang
sangat besar untuk dapat mengelolah daerah sendiri secara mandiri ,dengan
peraturan pemerintah yang dulunya mengalokasikan hasil daerah 75% untuk pusat
dan 25% untuk dikembalikan ke daerah membuat daerah-daerah baik tingkat I
maupun daerah tingkat II sulit untuk mengembangkan potensi daerahnya baik
secara ekonomi maupun budaya dan pariwisata.
B.
Identifikasi Masalah
1. Apa pengertian Otonomi Daerah?
2. Apa aspek Otonomi Daerah?
3. Apa dasar hukum Otonomi Daerah?
4. Apa landasan teori Otonomi Daerah?
5. Apa dampak pelaksanaan Otonomi Daerah?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Otonomi Daerah
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang
berarti sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan
demikian otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus
rumah tangga sendiri (Bayu Suryaninrat; 1985).
Beberapa pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997)
mengemukakan bahwa :
1.
F. Sugeng
Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk mengatur
dan mengurus rumah tangga daerah.
2.
Ateng
Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan atau
kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian
itu terwujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
3.
Syarif
Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah
daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.
Terlepas dari itu pendapat beberapa
ahli yang telah dikemukakan di atas, dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004
dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Otonomi dapat diartikan sebagai kesempatan untuk
menggunakan prakarsa sendiri atas segala macam nilai yang dikuasai untuk
mengurus kepentingan umum (penduduk). Kebebasan yang terbatas atau kemandirian
itu merupakan wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.[1]
B.Aspek Otonomi Daerah
Beranjak dari rumusan di atas, dapat
disimpulkan bahwa otonomi daerah pada prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu :
1)
Aspek Hak
dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
2)
Aspek
kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan di atasnya,
serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.
3)
Aspek
kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan
kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber
pembiayaan sendiri.
B . DASAR HUKUM DAN LANDASAN TEORI OTONOMI DAERAH
1 . DASAR HUKUM
Tidak hanya pengertian tentang
otonomi daerah saja yang perlu kita bahas.Namun ada dasar-dasar yang bisa
menjadi landasan.Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi
daerah,yaitu sebagai berikut:
1.
Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2.
Undang-Undang
No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan daerah.
3.
Undang-Undang
No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan negara.
Selain berbagai dasar hukum yang mengatur tentang otonomi daerah,saya juga
menulis apa saja yang menjadi tujuan pelaksana otonomi daerah,yaitu otonomi
daerah harus bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang
berada di wilayah otonomi tersebut serta meningkatkan pula sumber daya yang di
miliki oleh daerah agar dapat bersain dengan daerah otonom lainnya.
2 . LANDASAN TEORI
Berikut ini
ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam otonomi daerah .
1.Asas
Otonomi
Berikut ini ada beberapa asas otonomi daerah yang saya tuliskan di
sini.Asas-asas tersebut sebagai berikut:
·
Asas tertib
penyelenggara negara
·
Asas
Kepentingan umum
·
Asas
Kepastian Hukum
·
Asas
keterbukaan
·
Asas
Profesionalitas
·
Asas
efisiensi
·
Asas
proporsionalitas
·
Asas
efektifitas
·
Asas
akuntabilitas
2.Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah
tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam
kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya desentralisasi maka
muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi
sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di
definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan
Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem
pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan pardigma pemerintahan di
Indonesia.
Desentralisasi
juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan
sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya adalah
keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan
mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang
dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara
pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap
mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan
nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan,
pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin
digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk
memenuhi kebutuhan lokal.
3.Sentralisasi
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah
persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum
tahun 1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada
pada pemerintah pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan “baik” dari
perimbangan ini adalah pelayanan negara terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini,
pandangan politik yang dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa
desentralisasi merupakan jalan yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah.
Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana
sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini
mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana
sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di
Indonesia adalah “melepaskan diri sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung
jawab kesejahteraan daerah”.
karakteristik desentralisasi dan otonomi daerah yang
diterapkan dalam suatu negara, antara lain, sangat ditentukan oleh format
pengaturan distribusi kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah.
Kategorisasi, seperti – desentralisasi politik, desentralisasi administrasi,
otonomi luas, otonomi terbatas, dan otonomi khusus – semuanya sangat ditentukan
oleh seberapa jauh kekuasaan dan wewenang yang dimiliki oleh pemerintah daerah.[2]
D.DAMPAK OTONOMI DAERAH
A.Dampak Positif
Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah makapemerintah
daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokalyang ada di
masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusatmendapatkan respon
tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yangberada di daerahnya
sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yangdidapatkan
melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut
memungkinkanpemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun
program promosikebudayaan dan juga pariwisata.
Pemerintah
Pusat malah mungkin memperoleh respek dan kepercayaan karena menyerahkan proyek
dan sumber daya kepada unit lokal, dan dengan demikian akan meningkatkan
pengaruh serta legitimasinya.[3]
B.Dampak Negatif
Dalam pada itu,
sebagian masyarakat beranggapan bahwa Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan
Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1999 mampu menjawab tuntutan demokrasi,
desentralisasi dan otonomi yang kini semakin nyaring terdengar, sementara
sebagian lainnya justru menganggap kedua UU tersebut sebagai sumber malapetaka
bagi beberapa daerah tertentu dan
bahkan bagi Indonesia.[4] Dampak negatif dari otonomi
daerah adalah adanya kesempatan bagi oknum-oknum di pemerintah daerah untuk
melakukan tindakan yang dapat merugika Negara dan rakyat seperti korupsi,
kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang adakebijakan-kebijakan daerah yang
tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar
daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkandaerah dengan Negara, seperti
contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut
dikarenakan dengan system otonomi daerah maka pemerintahpusat akan lebih susah
mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang dengan
sistem.otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan
diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi daerah, maka setiap daerah akan
diberi kebebasan dalam menyusun program dan mengajukannya kepada pemerintahan
pusat. Hal ini sangat akan berdampak positif dan bisa memajukan daerah tersebut
apabila Orang/badan yang menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam
merencanan suatu program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja
yang akan terjadi dikemudia hari. Tetapi sebaliknya akan berdamapak kurang baik
apabila orang /badan yang menyusun program tersebut kurang memahami atau kurang
mengetahui mengenai bagaimana cara menyusun
perencanaan yang baik serta analisis dampak yang akan terjadi.
B.Saran
Analisis
Langkah-Langkah Yang Harus Diambil Pemerintah Dalam Mengontrol Otonomi Daerah: 1)
Merumuskan kerangka hukum yang memenuhi aspirasi untuk otonomi di tingkat
propinsi dan sejalan dengan strategi desentralisasi secara
bertahap. 2) Menyusun sebuah rencana implementasi desentralisasi
dengan memperhatikan faktor-faktor yang menyangkut penjaminan kesinambungan
pelayanan pada masyarakat,perlakuan perimbangan antara daerah-daerah,dan
menjamin kebijakan fiskal yang berkelanjutan. 3) Untuk
mempertahankan momentum desentralisasi,pemerintah pusat perlu menjalankan
segera langkah desentralisasi,akan tetapi terbatas pada sektor-sektor yang
jelas merupakan kewenangan Kabupaten dan Kota dan dapat segera diserahkan.
DAFTAR PUSTAKA
Bryant, Carolie dan Louise G.,
White, 1987,Managing Development in the Third World, terjemahan Rusyant
“Manajemen Pembangunan untuk Negara Berkembang”, Jakarta: LP3ES,
Logeman, 1983, “Het Staatsrecht der
Zelfregelende Gemeenschappen” dalam
Ateng Syafrudin, “Pasang Surut Otonomi Daerah”, Bandung: Binacipta,
Pande Radja Silalahi, Tahun
XXXIX/2000 ,“Implikasi Kebijakan Ekonomi Pemerintah Pusat dan Pembangunan
Ekonomi di Daerah”, dalam Jurnal CSIS,
Syarif Hidayat, 2002, “Evaluasi UU
No.22 Tahun 1999: Tinjauan Kritis atas Konsep Hubungan Kekuasaan Pusat –
Daerah”, dalam “Evaluasi Implementasi Otonomi Daerah”, Pusat Penelitian
Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI)
[1] Logeman, “Het
Staatsrecht der Zelfregelende Gemeenschappen” dalam Ateng Syafrudin, “Pasang Surut
Otonomi Daerah”, Bandung :
Binacipta, 1983, hlm. 25
[2] Syarif Hidayat, “Evaluasi UU No.22 Tahun 1999: Tinjauan Kritis atas
Konsep Hubungan Kekuasaan Pusat – Daerah”, dalam “Evaluasi Implementasi
Otonomi Daerah”, Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (P2P-LIPI), 2002, hlm.11
[3] Bryant,
Carolie dan Louise G., White, Managing Development in the Third World, terjemahan
Rusyant “Manajemen Pembangunan untuk Negara Berkembang”, Jakarta: LP3ES,
1987, hlm.215-216.
[4] Pande Radja Silalahi, “Implikasi Kebijakan Ekonomi Pemerintah Pusat dan
Pembangunan Ekonomi di Daerah”, dalam Jurnal CSIS, Tahun XXXIX/2000, No.1,
hlm.87.
No comments:
Post a Comment