Thursday, September 4, 2014

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
       Filsafat dalam bahasa arab berarti falsafah, dan dalam bahasa yunani philosopia yang mempunyai arti philos adalah cinta dan sopia adalah pengetahuan atau dalam artian philosopia adalah cinta kepada kebijaksanaan / kebenaran.
       Filsafat membawa kita kepada pemahaman dan tindakan, dalam filsafat juga ada yang mempelajari tentang Aksiologi yang sangat berguna untuk berfilsafat. Keingintahuan adalah salah satu pemicu kita untuk berfilsafat, dan begitu juga dengan keragu-ragu’an, filsafat merupakan pemikiran secara rasional.
       Jika mempelajari Aksiologi maka kita telah mempelajari sebagian cara berfilsafat, dimana berfilsafat itu sangat penting dan jika kita tidak berfilsafat kita tidak akan maju, itu dalam artian berfilsafat adalah berfikir secara abstrak.
B.     RUMUSAN MASALAH
       Adapun rumusan yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah :
1.      Apakah Aksiologi itu ?
2.      Dan apa saja kah yang di bahas dalam Aksiologi itu ?

C.    TUJUAN PENULISAN
       Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Agar kita mengetahui apa itu Aksiologi.
2.      Agar kita dapat memahami apa saja yang di bahas dalam Aksiologi.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    AKSIOLOGI – MASALAH NILAI

1. Apakah yang-baik itu?
          Bersama dengan filusuf-filusuf yang lain, socrates berpendapat bahwa masalah yang pokok adalah kesusilaan, tetapi semenjak masa hidup socrates masalah hakikat yang-baik senantiasa menarik banyak kalangan dan dipandang bersifat hakiki serta penting untuk dapat mengenal manusia. [1]
          Moore (dalam Kattsoff, 2004: 325) mengatakan bahwa baik merupakan pengertian yang bersahaja, namun tidak dapat diterangkan apakah baik itu.[2]
2. Makna yang dikandung oleh “Nilai” dan “Yang-Baik”
          Kata “baik dipakai dalam arti yang berbeda-beda dalam masing-masing pernyata’an, seperti“ini pisau baik”, sudah pasti yang saya maksudkan berbeda apabila saya mengatakan “pisau merupakan sesuatu yang baik”. Contoh lain “pembelian yang baik”, berarti pembelian yang didalamnya  Nilai uang yang dibayarkan lebih rendah dibandingkan dengan Nilai barang yang dibelinya,[3] dengan kata lain penulis dapat menyimpulkan bahwa “Yang-Baik” itu merupakan sesuatu yang didalamnya terdapat unsur yang bermanfaat bagi seseorang.
          Kata “Nilai” merupakan kata jenis yang meliputi segenap macam kebaikan dan sejumlah hal yang lain.[4]
          Nilai itu objektif ataukah subjektif adalah sangat tergantung dari hasil pandangan yang muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi subjektif, apabila subjek sangat berperan dalam segala hal, kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya; atau eksistensinya, maknanya dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis atau fisis. Dengan demikian, nilai subjektif akan selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimilki akal budi manusia, seperti perasaan, intelektualitas, dan hasil nilai subjektif selalu akan mengarah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.[5]
          Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.[6]
          Dalam Encyslopedia of philosophy dijelaskan aksiologi disamakan dengan value and valuation :
1)      Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian.
2)      Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya atau nilai dia.
3)      Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai atau dinilai.

          Menurut Bramel Aksiologi terbagi tiga bagian[7] :
1.      Moral Conduct, yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika.
2.      Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan
3.      Socio-politcal life, yaitu kehidupan social politik, yangakan melahirkan filsafat social politik.
          Menurut Wibisono aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
          Aksiologi adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and and). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis.
          Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan (Kattsoff: 1992). Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.[8]
          Kattsoff (2004: 323) menyatakan bahwa pertanyaan mengenai hakekat nilai dapat dijawab dengan tiga macam cara yaitu:
1)      Subyektivitas yatu nilai sepenuhnya berhakekat subyektif. Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai merupakan reaksi yang diberikan manusia sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung dari pengalaman.
2)      Obyektivisme logis yaitu nilai merupakan kenyataan ditinjau dari segi ontologi, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu.Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal.
3)      Obyektivisme metafisik yaitu nilai merupakan unsur obyektif yang menyusun kenyataan.
          Situasi nilai meliputi empat hal yaitu pertama, segi pragmatis yang merupakan suatu subyek yang memberi nilai. Kedua, segi semantis yang merupakan suatu obyek yang diberi nilai. Ketiga, suatu perbuatan penilaian. Keempat, nilai ditambah perbuatan penilaian.
          Aksiologi membahas tentang masalah nilai. Istilah aksiologi berasal dari kata axio dan logos, axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga, dan logos artinya akal, teori, axiologi artinya teori nilai, penyelidikan mengenai kodrat,kriteria dan status metafisik dari nilai.[9] Problem utama aksiologi ujar runes berkaitan empat faktor [10]:
1.      Kodrat nilai berupa problem mengenai apakah nilai itu berasl dari keinginan, kesenangan, kepentingan, keinginan rasio murni.
2.      Jenis-jenis nilai menyangkut perbedaan antara nilai intrinsik, ukuran untuk kebijaksanaan nilai itu sendiri, nilai-nilai instrumental (baik barang-barang ekonomi atau peristiwa-peristiwa alamiah) mengenai nilai-nilai intrinsik.
3.      Kriteria nilai (ukuran nilai yang di butuhkan).
          Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum, sebagai landasan ilmu, aksiologi membicarakan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan? [11]
          Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat Nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. [12]
          Nilai Intrinsik, contohnya pisau dikatakan baik karena mengandung kualitas-kualitas pengirisan didalam dirinya, sedangkan Nilai Instrumentalnya ialah pisau yang baik adalah pisau yang dapat digunakan untuk mengiris,[13] jadipenulis dapat menyimpulkan bahwa Nilai Instrinsik ialah Nilai yang yang dikandung pisau itu sendiri atau sesuatu itu sendiri, sedangkan Nilai Instrumental ialah Nilai sesuatu yang bermanfaat atau dapat dikatakan Niai guna.
          Situasi Nilai maliputi [14]:
1.      Suatu subyek yang memberi Nilai – yang sebaiknya kita namakan “segi pragmatis”.
2.      Suatu obyek yang diberi Nilai-yang kita sebut “segi semantis”.
3.      Suatu perbuatan peNilaian.
4.      Suatu Nilaiditambah perbuatan peniaian.
          Pendekatan-pendekatan dalam Aksiologi dapat dijawab dengan tiga macam cara[15]:
1.      Nilai sepenuhnya berhakekat subyektif.
2.      Nilai-Nilai merupakan kenyataan-kenyataan yang ditinjau dari segi ontologi namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu.
3.      Nilai-Nilai merupakan unsur-unsur obyektif yang menyusun kenyataan.
          Makna “Nilai”[16]:
1.      Mengandung Nilai
2.      Merupakan Nilai
3.      Mempunyai Nilai
4.      Memberi Nilai
A.    Nilai Merupakan Kualitas Empiris Yang Tidak Dapat Didefinisikan
          Kualitas ialah sesuatu yang dapat disebutkan dari suatu obyek. Dengan kata lain, kualitas ialah suatu segi dari barang sesuatu yang merupakan bagian dari barang barang tersebut dan dapat membantu melukiskanya.[17] Kualitas empiris ialah kualitas yang dapat diketahui melalui pengalaman.
          Kualitas merupakan sesuatu yang dapat disebutkan dari suatu obyek atau suatu segi dari barang sesuatu yang merupakan bagian dari barang tersebut dan dapat membantu melukiskannya.[18] Adapun kualitas empiris didefinisikan sebagai kualitas yang diketahui atau dapat diketahui melalui pengalaman.
          Jika Nilai merupakan suatu kualitas obyek atau perbuatan tertentu, maka obyek dan perbuatan tersebut dapat didefinisikan berdasarkan atas Nilai-Nilai, tetapi tidak mungkin sebaliknya. Contoh “pisang itu kuning” tapi saya tidak bisa mengatakan bahwa “kuning itu pisang”, karna kuning bermacam-macam.[19]
          Kenyataan bahwa Nilai tidak dapat didefinisikan tidak berarti Nilai tidak dapat dipahami. Nilai bersifat subyektif, contoh si A mengatakan bahwa “si gadis itu cantik”, tapi si B mengatakan bahwa “si gadis itu jelek”[20]

B.     Nilai Sebagai Obyek Suatu Kepentingan
          Ada yang mengatakan bahwa masalah Nilai sesungguhnya merupakan masalah pengutamaan. Contoh ungkapan “perang merupakan suatu keburukan” kiranya diiringi oleh tanggapan ”saya menentang perang”.
          Pandangan orang Amerika dalam bukunya bahwa jika saya mengatakan “x berNilai” maka dalam arti yang sama saya dapat mengatakan “ saya mempunyaikepentingan pada x”. Sikap setuju atau menentang tersebut oleh Perry ditunjuk dengan istilah “kepentingan”.[21]
          Dewey (dalam Kattsoff, 2004: 332) menyatakan bahwa nilai bukanlah sesuatu yang dicari untuk ditemukan. Nilai bukanlah suatu kata benda atau kata sifat. Masalah nilai berpusat pada perbuatan memberi nilai. Dalam Theory of Valuation, Dewey mengatakan bahwa pemberian nilai menyangkut perasaan dan keinginan. Pemberian nilai juga menyangkut tindakan akal untuk menghubungkan sarana dan tujuan.[22]
          Menurut perry jika seorang mempunyai kepentingan pada suatu apapun, maka hal tersebut mempunyai Nilai,[23] jadipenulis dapat menyimpulkan bahwa Nilai ialah kepentingan.

C.    Teori Pragmatis Mengenai Nilai
          Sejumlah hal yang telah saya perbincangkan yang bersifat penolakan terhadap teori Nilai yang didasarkan atas kepentingan kiranya menyebabkan tampilnya teori lain, yaitu Teori Pragmatis. Pragmatisme mendasarkan diri atas akibat-akibat, dan begitu pula halnya dengan teori pragmatisme mengenai Nilai.[24] Jadi penulis dapat menyimpulkan bahwa Teori Pragmatis mengenai Nilai adalah akibat-akibat dari sesuatu menjadi kita anggap bernilai.
D.    Nilai Sebagai Esensi
          Sesungguhnya Nilai-Nilai merupakan hasil ciptaan yang-tahu (subyek yang mengetahui).[25] Jika Nilai merupakan Nilai karena kita yang menciptakannya, maka tentu kita akan dapat membuat baik menjadi buruk dan sebaliknya.[26]
          Esensi adalah inti, sesuatu yang menjadi pokok utama, hakikat.[27] Contoh “Perdamaian merupakan sesuatu yang bernilai”, maka ia memahami bahwa di dalam hakekat perdamaian itu sendiri terdapat Nilai yang mendasarinya.[28] Jadi penulis menyimpulkan Nilai sebagi esensi ialah Nilai tentang sesuatu yang pasti ada dalam setiap sesuatu tersebut.
          Esensi tidak dapat di tangkap secara inderawi. Ini berarti bahwa nilai tidak dapat di lakukan sebagaimana kita memahami warna.
2.    AKSIOLOGI SAIN
1)      Kegunaan pengetahuan sain
          Apa guna atau nilai dari Sain ? secara umum teori berarti pendapat yang beralasan, sekurang-kurangnya kegunaan teori Sain ada tiga yakni[29]:
a. Sebagai alat membuat eksplanasi
          Menurut teori Sain anak-anak yang orang tuanya cerai, pada umumnya akan berkembang menjadi anak nakal, penyebabnya ialah karena anak-anak itu tidak mendapat pendidikan yang baik dari kedua orang tuanya.
b. Teori sebagai alat peramal
          Tatkala membuat eksplanasi, biasanya ilmuwan telah mengatahui juga faktor penyebab terjadinya gejala itu, dengan “mengutak-atik” faktor penyebab itu, ilmuwan dapat membuat ramalan. Dalam bahasa ilmuwan ramalan itu di sebut prediksi.
c. Teori sebagai alat pengontrol
          Ayah dan ibu sudah cerai. Diprediksi anak-anak mereka akan nakal. Adakah upaya agar anak-anak nakal ?  Ada, upaya itulah yang di sebut kontrol.
2)      cara sain menyelesaikan masalah
          Adapun caranya adalah[30] :
a. Mengidentifikasi masalah
b. Mencari penyebab terjadiny masalah tersebut
c. Mencari cara untuk memperbaiki masalah
3)      Netralitas Sain
          Artinya sain tidak memihak pada kebaikan dan juga tidak memihak pada kejahatan.[31]
3.    AKSIOLOGI FILSAFAT 
1)      Kegunaan pengetahuan filsafat
          Adapun kegunaanya adalah :
a. Fisafat sebagai kumpulan teori filsafat
b. Sebagai metode pemecah masalah
c. Sebagai pandangan hidup

2)      Cara filsafat menyelesaikan masalah
          Filsafat menyelesaikan masalah secara mendalam dan universal, secara mendalam berarti filsafat ingin mencari asal masalah, dan secara universal berarti filsafat ingin, masalah dilihat dalam hubungan seluas-luasnya.
4.    AKSIOLOGI MISTIK 
1)      Kegunaan pengetahuan mistik
          Di kalangan para sufi biasanya pengetahuan dapat mententramkan hati mereka, pengetahuan mistik sering dapat menyelesaikan persoalan yang tidak dapat di selesaikan oleh filsafat dan sain.
2)      Cara pengetahuan mistik menyelesaikan masalah
          Pengetahuaan mistik tidak menyelesaikan masalah dengan proses inderawi dan tidak juga melalui proses rasio. Mistik ialah kegiatan spiritual tanpa penggunaan rasio, sedangkan “mistik-magis” adalah kegiatan mistik yang mengandung tujuan-tujuan untuk memperoleh sesuatu yang diingini penggunanya.
          Mistik magis dibagi menjadi dua yaitu mistik magis putih yaitu mistik magis yang kebanyakan digunakan untuk mengobati. Pemilik mistik magis putih ini menyadari bahwa kekuatan tuhan baik yang ada dalam diri-Nya atau yang ada dalam firmanya dapat di gunakan oleh manusia, dan mistik magis hitam yaitu mistik yang digunakan untuk meningkatkan harga diri dan dikatakan hitam karena penggunanya untuk kejahatan.





BAB
PENUTUP

1.      KESIMPULAN
          Moore (dalam Kattsoff, 2004: 325) mengatakan bahwa baik merupakan pengertian yang bersahaja, namun tidak dapat diterangkan apakah baik itu
          Kata “Nilai” merupakan kata jenis yang meliputi segenap macam kebaikan dan sejumlah hal yang lain.
          Bahwa “Yang-Baik” itu merupakan sesuatu yang didalamnya terdapat unsur yang bermanfaat bagi seseorang.
          Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan (Kattsoff: 1992). Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.
          Kualitas ialah sesuatu yang dapat disebutkan dari suatu obyek. Dengan kata lain, kualitas ialah suatu segi dari barang sesuatu yang merupakan bagian dari barang barang tersebut dan dapat membantu melukiskanya.Kualitas empiris ialah kualitas yang dapat diketahui melalui pengalaman.
          Menurut perry jika seorang mempunyai kepentingan pada suatu apapun, maka hal tersebut mempunyai Nilai, jadi penulis dapat menyimpulkan bahwa Nilai ialah kepentingan.
          Teori Pragmatis mengenai Nilai adalah akibat-akibat dari sesuatu menjadi kita anggap bernilai.
          Nilai sebagi esensi ialah Nilai tentang sesuatu yang pasti ada dalam setiap sesuatu tersebut.
1)        Kegunaan pengetahuan sain
a. Sebagai alat membuat eksplanasi
b. Teori sebagai alat peramal
c. Teori sebagai alat pengontrol 
2)        cara sain menyelesaikan masalah
a. Mengidentifikasi masalah
b. Mencari penyebab terjadiny masalah tersebut
c. Mencari cara untuk memperbaiki masalah
          Netralitas Sain Artinya sain tidak memihak pada kebaikan dan juga tidak memihak pada kejahatan.
1)        Kegunaan pengetahuan filsafat
a. Fisafat sebagai kumpulan teori filsafat
b. Sebagai metode pemecah masalah
c. Sebagai pandangan hidup
          Filsafat menyelesaikan masalah secara mendalam dan universal, secara mendalam berarti filsafat ingin mencari asal masalah, dan secara universal berarti filsafat ingin, masalah dilihat dalam hubungan seluas-luasnya.
          Di kalangan para sufi biasanya pengetahuan dapat mententramkan hati mereka, pengetahuan mistik sering dapat menyelesaikan persoalan yang tidak dapat di selesaikan oleh filsafat dan sain.
          Pengetahuaan mistik tidak menyelesaikan masalah dengan proses inderawi dan tidak juga melalui proses rasio. Mistik ialah kegiatan spiritual tanpa penggunaan rasio, sedangkan “mistik-magis” adalah kegiatan mistik yang mengandung tujuan-tujuan untuk memperoleh sesuatu yang diingini penggunanya.

2.     SARAN
          Sebelumnya kami penyusun makalah ini mohon ma’af apabila terdapat kesalahan dalam penulisan kata-kata, dan makalah kami pun di sini masih belum sempurna, untuk itu sekiranya apabila masih di rasa pembaca masih belum cukup bahasan-bahasan di dalam makalah ini di sarankan untuk mencari sumber referensi dari buku-buku atau sumber-sumber yang semacamnya.


Daftar Pustaka

Mustansyir, Rizal. 2001. Filsafat Ilmu. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Soejono Soe Margono. 1986. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya.: Yogyakarta.
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu Dan Perkembanganya Di Indonesia. Bumi Aksasara: Jakarta.
Tafsir, Ahmad. 2004. Filsafat Ilmu. Remaja Rosdakarya: Bandung.
Yasyin, Sulchan.. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Amanah. Surabaya.




[1] Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta: 1986. Hal 325
[2] http://ikartiwa.wordpress.com/2011/03/04/makalah-aksiologi/
[3] Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta: 1986. Hal 326
[4] Ibid. Hal 327
[5] http://suksespend.blogspot.com/2009/06/makalah-landasan-ontologi-epistemologi.html
[6] http://yudiarputra05.blogspot.com/2011/08/makalah-aksiologi.html
[7] http://yaniskusmardanaspd.blogspot.com/2011/10/makalah-aksiologi-filsafat-ilmu.html
[8] http://ikartiwa.wordpress.com/2011/03/04/makalah-aksiologi/
[9] Rizal Mustansyir Dan Misnal Munir. Filsafat Ilmu. Pustaka Pelajar. Yogyakarta : 2001 Hal 26
[10]Ibid. Hal 27
[11] Surajiyo. Filsafat Ilmu Dan Perkembanganya Di Indonesia. Bumi Aksasara. Jakarta : 2007
[12] Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta: 1986. Hal 327
[13]Ibid. Hal 328
[14] Ibid. Hal 329
[15] Ibid. Hal 331
[16] Ibid. Hal 332
[17] Ibid. Hal 333
[18] http://ikartiwa.wordpress.com/2011/03/04/makalah-aksiologi/
[19] Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta: 1986. Hal 334
[20] Ibid. Hal 335
[21] Ibid. Hal 337
[22] http://ikartiwa.wordpress.com/2011/03/04/makalah-aksiologi/
[23] Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta: 1986. Hal 338
[24] Ibid. Hal 339
[25] Ibid. Hal 344
[26] Ibid. Hal 345
[27] Sulchan Yasyin. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Amanah. Surabaya.Hal 150
[28] Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta: 1986. Hal 345
[29] Ahmad Tafsir. Filsafat Ilmu. Remaja Rosdakarya. Bandung: 2004 Hal 37
[30] Ibid. Hal  43-44
[31] Ibid. Hal  46

No comments: