BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Akhlak mempunyai
peranan yang cukup signifikan dalam agama Islam. Setiap aspek ajaran Islam
selalu berorientasi pada pembinaan dan pembentukan akhlak. Ibadah yang
disyariatkan Islam bukanlah suatu jenis ritual yang kering dan hanya mengaitkan
manusia kepada satu wujud transendental serta membebaninya dengan serangkaian
ritus agama yang hampa makna. Tetapi, hal itu merupakan suatu bentuk “exercise”
(latihan) untuk mengkondisikan manusia agar hidup dalam suasana penuh keluhuran
budi (akhlak) dalam kondisi apapun.
Misi utama
Rasulullah di muka bumi adalah untuk menyempurnakan akhlak, tepat sekali
jawaban Aisyah r.a. atas pertanyaan mengenai akhlak Rasulullah, yaitu: “Akhlak
Nabi Muhammad saw. adalah Alquran”. Jawaban yang ringkas dan sarat makna ini
menunjukkan Alquran telah menyatu dalam diri Nabi dan menjadi paradigma dalam
totalitas perilaku kesehariannya, sehingga Allah memposisikan Nabi tidak hanya
sebagai pembawa risalah langit, tetapi sekaligus sebagai “uswatun hasanah”
Realitas
sosial sebelum “bi’tsah” Nabi telah melahirkan nilai-nilai moral yang sudah
berakar dan tertancap kuat di tengah-tengah masyarakat Arab. Kehadiran misi
Nabi tidak serta merta mengeliminirnya, bahkan dalam batas-batas tertentu, Nabi
mengakomodasi dan menjadikannya sebagai bagian integral ajaran Islam.
Substansi
misi suci Nabi terkait erat dengan semangat “rabbaniyah dan insaniyah” yaitu
pola hubungan antara dimensi vertikal (hablum min Allah) dan dimensi horizontal
(hablum min An-Naas). Jika pola hubungan ini cukup kuat dan sejati, maka akan
memancar pelbagai bentuk relasi pergaulan manusia yang berbudi luhur. Dari
semangat rabbaniyyah dan insaniyyah ini. Nabi membangun masyarakat madani yang
bercirikan kuat dan berorientasi kepada nilai-nilai luhur (akhlaq al-karimah).
Oleh karena itu, suatu tatanan masyarakat yang sehat dan berkualitas akan
terwujud bila akhlak menjadi mainstream dan terefleksikan dalam
perilaku keseharian.
B. Rumusan Masalah
Dalam
makalah ini kami akan membahas tentang masalah aplikasi akhlak baik. Untuk itu
kami membuat rumusan masalah sebagai berikut :
a.
Bagaimana
aplikasi akhlak baik dalam ibadah ritual?
b.
Bagaimana
aplikasi akhlak baik dalam aktifitas pendidikan ?
c.
Bagaimana
aplikasi akhlak baik dalam ekonomi ?
d.
Bagaimana
aplikasi akhlak baik dalam hukum ?
e.
Bagaimana
aplikasi akhlak baik dalam politik ?
f.
Bagaimana
aplikasi akhlak baik dalam seni budaya?
g.
Bagaimana
aplikasi akhlak baik dalam kemasyarakatan?
h.
Bagaimana
aplikasi akhlak baik dalam kesehatan?
i.
Bagaimana
aplikasi akhlak baik dalam lingkungan?
C. Tujuan Penulisan
Pembuatan
makalah ini bertujuan untuk :
a.
Untuk
mengetahui aplikasi akhlak baik dalam ibadah ritual.
b.
Untuk
mengetahui aplikasi akhlak baik dalam aktifitas pendidikan.
c.
Untuk
mengetahui aplikasi akhlak baik dalam ekonomi.
d.
Untuk
mengetahui aplikasi akhlak baik dalam hukum.
e.
Untuk
mengetahui aplikasi akhlak baik dalam politik.
f.
Untuk
mengetahui aplikasi akhlak baik dalam seni budaya.
g.
Untuk
mengetahui aplikasi akhlak baik dalam kemasyarakatan.
h.
Untuk
mengetahui aplikasi akhlak baik dalam kesehatan.
i.
Untuk
mengetahui aplikasi akhlak baik dalam lingkungan.
.
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
A.
Aplikasi Akhlak Baik dalam Ibadah Ritual
Diantara aplikasi akhlak baik dalam
aktifitas ibadah ritual yaitu:
1.
Shalat
Secara bahasa shalat berarti doa.
Sedangkan menurut istilah shalat adalah menyembah Allah dengan beberapa
perkataan dan perbuatan yang di awali dengan takbiratul ikhram dan di akhiri
dengan salam serta wajib melakukannya pada waktu-waktu yang telah ditentukan.
Sebagai salah satu rukun islam, maka shalat fardhu menjadi
ibadah yang harus dikerjakan bagi setiap muslim. Banyak sekali ayat dalam
Al-Qur’an yang menerangkan tentang perintah shalat. Salah satunya surat
Al-BAqarah ayat 43 sebagai berikut :
وَاَقِيْمُوْاالصَّلَوةَ
وَآتُواالزَّكَوةَ وَارْكَعُوْامَعَالرَّاكِعِيْنَ….
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah
beserta orang-orang yang ruku'.” (Al- Baqarah : 43)
Shalat merupakan ibadah yang penting, sebab shalat adalah
ibadah yang kan dihisab pertama kali kelak di akhirat. Selain itu shalat
merupakan bentuk penghambaan dan rasa syukur terhadap Allah yang telah
menciptakan segala sesuatu di jagat raya ini.
Aplikasi akhlak baik dalam ibadah solat dapat dilihat dengan
cara-cara yang benar dan baik serta tidak hanya dalam pelaksanaanya, karena
sesungguhnya hasil dari solat kita itu dilihat dari perbuatan kita setelah
solat tersebut, baik atau tidak, jika tidak. Itu menandakan bahwa solat kita
belum baik dan benar dan akhlak kita pun belum tentu sudah benar. Dan apabila
perbuatan setelah solat kita baik dan benar, bisa jadi solat kita sudah benar
dan akhlak kita bisa saja sudah mendekati benar.
2.
Zakat
Seseorang yang berakhlak baik akan
melaksanakan salah satu kewajiban bagi semua umat muslim yaitu menyisihkan
sebagian dari harta kita atau biasa disebut dengan zakat. Pengaplikasian akhlak
baik seseorang dapat dilihat dari ketaatan seseorang dalam melaksanakan
perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya salah satunya dengan membayar
zakat.
3.
Puasa
Aplikasi akhlak baik dalam
pelaksanaan berupa puasa dalam ibadaah ritual dapat kita lihat dengan bagaimana
seseorang memahami puasa itu sebagai sebuah ibadah yang wajib dilaksanakan
apabila itu puasa ramadhan, dan selain itu, dalam pelaksanaanya, seseorang akan
menjalankan itu dengan baik dan benar dan meyakini bahwa ada Allah sebagai yang
Maha Mengetahui dan Maha Melihat. Begitupun dalam ibadah haji dan ibadah ritual
lainya.
4.
Mentauhidkan Allah.
Yaitu mengesakan-Nya baik dalam zat,
asma’ washiffat maupun af’al (perbuatan-Nya) serta menjauhkan diri dari
perbuatan syirik yang bisa menghancurkan sendi-sendi moral dan kehidupan
manusia.
5.
Bertaqwa
Memelihara diri dari siksaan Allah
dengan mengikuti segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Seorang yang
hati-hati sekali menjaga segala perintah Allah, supaya tidak meninggalkannya.
Dalam Firman-Nya “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan
sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan
dalam keadaan beragama islam”(QS. Ali Imran 3: 102)
6.
Cinta dan Ridha
“Katakanlah:”jika kamu (benar-benar)
mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni
dosa-dosamu” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran 3: 3)
Ayat tersebut menyuruh kita
orang-orang mukmin agar yang pertama dan utama yang dicintai adalah Allah Swt.
Allah lebih dicintainya daripada segala-galanya. Seseorang dikatakan mencintai
Allah jika dia selalu berusaha melakukan segala sesuatu yang dicintai-Nya, dan
meninggalkan segala sesuatu yang tidak disukai atau dibenci-Nya.
7.
Ikhlas
Ikhlas adalah berbuat tanpa pamrih, hanya
semata-mata mengharap ridha Allah swt. Ikhlas adalah syarat diterimanya suatu
amalan, baik yang menyangkut amalan dunia maupun amalan akhirat. Niat yang
ikhlas harus diikuti dengan kualitas amal yang sebaik-baiknya.
“Sesungguhnya Allah Swt menyukai, bila
seseorang beramal, dia melakukannya dengan sebaik-baiknya…” (HR. Baihaqi)
Seorang mukhlis tidak akan sombong ketika meraih keberhasilan
dan tidak akan putus asa ketika mengalami kegagalan. Tidak lupa diri ketika
menerima pujian dan tidak mundur ketika mendapatkan cacian, sebab dia berbuat
semata-mata hanya karena Allah Swt. Sebaliknya, dia akan selalu bersemangat
dalam beramal karena terdorong untuk mendapatkan ridho dari Allah Swt.
Lawan dari ikhlas adalah riya’,
yaitu berbuat bukan karena Allah melainkan karena ingin mendapatkan pujian dan
sanjungan dari orang lain.
“Sesungguhnya sesuatu yang paling
aku takutkan terjadi pada kalian adalah syirik kecil”. Sahabat bertanya:
“apakah syirik kecil itu ya Rasulullah?” Rasul menjawab: “Riya’.” (HR. Ahmad)
8.
Tawakal
Adalah membebaskan hati dari segala
ketergantungan kepada selain Allah dan menyerahkan segala keputusan hanya
kepada Allah Swt. Tawakal harus diawali dengan kerja keras dan usaha maksimal
(ikhtiar). Tidaklah dinamai tawakal kalau hanya pasrah menunggu nasib sambil
berpangku tangan tanpa melakukan apa-apa.
9.
Syukur
Ialah memuji si pemberi nikmat atas
kebaikan yang telah dilakukannya. Syukur harus melibatkan tiga dimensi yaitu
hati, untuk ma’riffah dan mahabbah, lisan untuk memuja dan menyebut asma Allah dan
anggota badan untuk menggunakan nikmat yang diterima sebagai sarana untuk taat
kepada Allah dan menahan diri dari maksiat kepada-Nya
“dan ingatlah, ketika Tuhanmu
memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim 14: 7)
10.
Muraqabah
Muraqabah berakar dari kata raqaba
yang berarti menjaga, mengawal, menanti dan mengamati. Semua pengertian ini
tersimpul dalam satu kata yaitu pengawasan. Muraqabah yang dimaksud disini
adalah kesadaran seorang muslim bahwa dia selalu berada dalam pengawasan Allah
Swt. Kesadaran itu lahir dari keimanannya bahwa Allah Swt dengan sifat ‘ilmu,
basher dan sama’ (mengetahui, melihat dan mendengar) Nya mengetahui apa saja
yang dia lakukan kaan dan dimana saja. Dia mengetahui apa yang dipikirkan dan
dirasakan oleh hamba-Nya. Tidak ada satupun dari aktivitas manusia yang luput
dari pengawasan-Nya. Firman Allah:
“Dia mengetahui (pandangan) mata
yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Al Mukmin 40: 19)
11.
Taubat
Taubat adalah sebuah kebijakan Allah
untuk menerima kembali hamba-Nya yang telah menjauhkan diri dari-Nya dan
menginginkan untuk kembali ke jalan yang benar setelah melakukan kesalahan-kesalahan.
Bertaubat kepada Allah memiliki makna kembali menuju ketaatan setelah melakukan
kemaksiatan, kembali pada Allah setelah meninggalkan-Nya dan kembali taat
setelah menentang-Nya.
“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun
bagi orang yang bertaubat, beriman dan beramal shaleh, kemudian tetap dijalan
yang benar.” (QS. Thaha 20: 82).
B.
Aplikasi Akhlak Baik dalam Aktifitas Pendidikan
Sudah semestinya
apabila pembentukan akhlak mulia harus tetap diprioritaskan dalam tujuan
penyelenggaraan pendidikan. Namun, seiring lajunya zaman rasanya semakin berat
tantangan dunia pendidikan ini dalam rangka menyiapkan manusia yang mempunyai
akhlak mulia. Diketahui, bahwa pada era globalisasi ini, batas-batas budaya
sulit dikenali. Oleh karena itu, tugas dunia pendidikan semakin berat untuk
ikut membentuk bukan saja insan yang siap berkompetisi, tetapi juga mempunyai
akhlak mulia dalam segala tindakannya sebagai salah satu modal sosial (capital
social). Agar terbentuknya insan yang berakhlak mulia, tentu saja ada suatu
tuntutan bagaimana proses pendidikan yang dijalankan mampu mengantarkan manusia
menjadi pribadi yang utuh, baik secara jasmani maupun rohani.[1]
Lebih dari itu,
dunia pendidikan masih dihadapkan pada kerusakan yang tengah dialami bangsa
Indonesia, yaitu permasalahan “krisis multidimensi”. Artinya, krisis yang
tengah melanda bangsa ini tidak hanya dalam bidang financial moneter (keuangan)
semata, melainkan juga adanya pengelolaan yang lemah (weak governance) dalam
urusan pemerintahan serta kekuasaan, sehingga semakin merambah meliputi semua
segi kehidupan bangsa[2]. Untuk itu, penegakan akhlak yang mulia
harus menjadi agenda yang tidak boleh dikesampingkan, karena lemahnya akhlak
inilah yang tampaknya menyebabkan bangsa ini mengalami krisis multidimensi.
Dapatlah diamati,
KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) yang menjadi penyakit bangsa ini sulit
dihentikan, seakan-akan telah menjadi suatu budaya. Bahkan pada era reformasi
ini ditemui, untuk tidak mengatakan banyak, orang yang awalnya meneriakkan
“hentikan korupsi”, sekarang sebaliknya malah dia sendiri yang melakukan KKN.
Seakan-akan dia berteriak karena belum mendapat bagian kue, dan ketika giliran
mendapatkannya lantas diam.
Melihat kedaan
semacam ini, tidaklah berlebihan apabila salah satu perioritas garapan dunia
pendidikan adalah mengatasi krisis akhlak yang tengah melanda bangsa ini.
Namun, terkadang memang terasa ironis, disebabkan kebanyakan yang melakukan
tindak korupsi atau berprilaku tak berakhlak adalah mereka orang-orang yang
“terdidik”. Mereka adalah orang yang pernah mengenyam dunia pendidikan, yang
rata-rata pernah duduk di tingkat pendidikan menengah lanjutan sampai perguruan
tinggi, bahkan tingkat doktoral.
Pertanyaannya
adalah, apakah hal tersebut menandakan kurang berhasilnya dunia pendidikan
bangsa Indonesia? Atau, perilaku yang semacam ini sudah menjadi mental
kebanyakan masyarakat bangsa Indonesia, sehingga sulit disembuhkan. Terlepas
dari semua itu, tetap bahwa pendidikan akhlak atau pendidikan humaniora harus
dikedepankan. Dengan demikian, tidak semestinya terdengar atau keluar perkataan
“putus asa”.
Etika ini
dimaksudkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan
dan teknologi agar warga bangsa mampu menjaga harkat dan martabatnya, berpihak
kepada kebenaran untuk mencapai kemaslahatan dan kemajuan sesuai dengan
nilai-nilai agama dan budaya. Etika ini diwujudkan secara pribadi ataupun
kolektif dalam karsa, cipta, dan karya, yang tercermin dalam perilaku kreatif,
inovatif, inventif, dan komunikatif dalam kegiatan membaca, belajar, meneliti,
menulis, berkarya, serta menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
C.
Aplikasi Akhlak Baik dalam Ekonomi
Secara umum, bisa dibilang bahwa
ekonomi adalah sebuah bidang kajian tentang pengurusan sumber daya material
individu, masyarakat, dan negara untuk meningkatkan kesejahteraan hidup
manusia. Karena ekonomi merupakan ilmu tentang perilaku dan tindakan manusia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bervariasi dan berkembang dengan sumber
daya yang ada melalui pilihan-pilihan kegiatan produksi, konsumsi dan atau
distribusi.
Persaingan yang
jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan
ekonomi dan kemampuan saing, dan terciptanya suasana kondusif untuk
pemberdayaan ekonomi yang berpihak kepada rakyat kecil melalui kebijakan secara
berkesinambungan. Etika ini mencegah terjadinya praktik-praktik monopoli,
oligopoli, kebijakan ekonomi yang mengarah kepada KKN dan diskriminasi.
Minimnya etika di bidang ini lebih menimbulkan akibat negatif seiring dengan
munculnya dominasi kapitalisme yang bersandar pada premis kaum libertarian
bahwa kebebasan hasrat manusia harus dijamin dan hanya dengan kebebasan hasrat
itulah akan dicapai kemajuan di bidang ekonomi. Intinya, kapitalisme percaya
bahwa nafsu keserakahan (greed) manusia-lah yang akan mendatangkan kemajuan.
Oleh karena itu, tidak boleh ada batasan terhadap kebebasan keserakahan manusia
ini, terutama kebebasan untuk berusaha menjalankan aktivitas ekonomi dengan
segala cara.
Premis mendasar
kapitalisme tersebut memunculkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) keburukan.
Pertama, persaingan bebas, dengan menghalalkan segala cara, yang menghasilkan
pemusatan kekuasaan atau modal hanya pada segelintir orang. Karena keserakahan
yang dibiarkan bebas, maka persaingan pun terjadi dan pemilik modal lebih besar
keluar sebagai pemenang. Selain menimbulkan kesenjangan, pemusatan modal juga
mengganggu keseimbangan pasar karena produksi tetap dijalankan sedangkan
kemampuan membeli tidak ada. Krisis pun terjadi dan akan menjadi bagian dari
kapitalisme itu sendiri. Kedua, perekonomian kapitalisme tidak berpijak pada
perekonomian riil.
Pertumbuhan
ekonomi dan peningkatan pendapatan tidak selalu berbanding lurus dengan
pertumbuhan industri atau perdagangan barang dan jasa. Banyak perdagangan yang
bersifat semu dan berorientasi pada pemuas kesenangan serta mengejar
keuntungan. Misalnya, perdagangan mata uang dan logam mulia.
Perdagangan ini
mengakibatkan nilai dan jumlah uang yang beredar “seolah-olah” semakin besar
dan bertambah nilainya, namun tidak diiringi pertumbuhan sektor riil. Suatu
saat, tentu akan mengalami puncak dan ambruk karena tidak memiliki aktivitas
ekonomi riil sebagai dasarnya. Ketiga, sistem yang mengumbar keserakahan dan
persaingan bebas yang menghalalkan segala cara telah merusak sendi-sendi
berbangsa dan bernegara, terutama maraknya praktik korupsi.
Banyak
sekali konsep-konsep ekonomi yang termuat dalam Al-Qur-an, diantaranya yang
bersumber dari surat Al Qoshos ayat 77 yang isinya. Æ
÷tGö/$#ur !$yJÏù 9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( wur [Ys? y7t7ÅÁtR ÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJ2 z`|¡ômr& ª!$# øs9Î) ( wur Æ÷ö7s? y$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ
Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.”
Maksudnya adalah
perekonomian yang dikelola dengan berorientasi pada dunia dan ahirat.
D.
Aplikasi Akhlak Baik dalam Hukum
Aplikasi
akhlak baik dalam hukum dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa
tertib sosial, ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan
dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang berpihak pada
keadilan. Keseluruhan aturan hukum yang menjamin tegaknya supremasi dan
kepastian hukum sejalan dengan upaya pemenuhan rasa keadilan yang hidup dan
berkembang di dalam masyarakat. Etika ini meniscayakan penegakan hukum secara
adil, perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap warganegara
di hadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan hukum secara salah sebagai alat
kekuasaan dan bentuk-bentuk manipulasi hukum lainnya..
Menetapkan hukum
syariat merupakan fardhu kifayah. Masyarakat harus mempunyai seorang hakim agar
hak-hak mereka tidak sia-sia.
Dalam aspek hukum
terdapat keutamaan yang besar bagi siapa saja yang kuat mengembannya serta
melaksanakan hak-haknya. Pelaksanaan hukum lebih utama dari ibadah lainnya yang
dilandasi dengan niat. Dalam pelaksanaan hukum terdapat hal yang sangat
strategis sekali dan berdosa besar bagi orang yang tidak melaksanakan haknya.
Hadis
yang menjelaskan tentang hukum adalah :
عَنْ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : (الْقُضَاةُ ثَلاَ ثَةٌ وَا حِدٌ فِي الْجَنَّةِ
وَاثْنَانِ فِي النَّارِ فَأَمَّا الَّذِي فِي الْجَنَّةِ فَرَجَلٌ عَرَفَ
الْحَقَّ فَقَضَى بِهِ وَرَجُلٌ عَرَفَ الْحَقَّ فَجَارَ فِي الْحُكْمِ فَهُوَ فِي
النَّارِ وَرَجُلٌ قَضَى للنَّاسِ عَلَى جَهْلٍ فَهُوَ فِي النَّا رِ ) قَالَ
أَبُو دَاوُد وَ هَذَا أَصَحُّ شَيْ ءٍفِيهِ يَعْنِي حَدِيثَ ابْنِ بُرَيْدَةَ
الْقُضَاةُ ثَلَا ثَةٌ
(رواه أبو داود في السنن, كتاب الأقضية, باب
في القا ضي يخطئ)
Dari Buraidah r.a, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Hakim itu
ada tiga macam: Dua hakim berada di neraka dan satu di surga. Hakim yang
mengetahui kebenaran kemudian ia menetapkan hukum dengannya, maka ia berada di
surga. Sementara hakim yang mengetahui kebenaran, tetapi ia tidak menetapkan
hukum dengannya dan berlaku curang dalam hukum, maka ia berada di neraka. Dan
hakim yang tidak mengetahui kebenaran lalu menetapkan hukum kepada manusia di
atas kebodohan, maka ia berada di neraka. ”(HR.Empat
imam hadits) [2]
E.
Aplikasi Akhlak Baik dalam
Politik
Akhlak yang
disyariatkan oleh Islam dalam politik dan kenegaraan adalah sebagaimana Allah
SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 59 :
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#þqãYtB#uä
(#qãèÏÛr&
©!$#
(#qãèÏÛr&ur
tAqߧ9$#
Í<'ré&ur
ÍöDF{$#
óOä3ZÏB
( bÎ*sù
÷Läêôãt»uZs?
Îû
&äóÓx«
çnrãsù
n<Î)
«!$#
ÉAqߧ9$#ur
bÎ)
÷LäêYä.
tbqãZÏB÷sè?
«!$$Î/
ÏQöquø9$#ur
ÌÅzFy$#
4 y7Ï9ºs
×öyz
ß`|¡ômr&ur
¸xÍrù's?
ÇÎÒÈ
”Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”(An Nisaa : 59)
Rakyat harus
berakhalak baik kepada pemimpinnya, yaitu taat sebagaimana taatnya umat Islam
kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. Akan tetapi pemimpin yang wajib ditaati
adalah pemimpin yang bertakwa kepada Allah SWT, berpedoman pada Al-Qur’an dan
As-Sunah, jujur adil, dan selalu berkeinginan untukmeningkatkan kesejahtaraan
rakyatnya.
Akhlak dalam
berpolitik sebagaimana disyariatkan dalam ajaran Islam adalah akhlak yang
dibangun oleh dasar-dasar Qurani, sehingga para politisi, penguasa, negarawan,
dan masyarakat wajib menerapkan etika politik Islam. Diantaranya
seelalu saling menghargai pendapat masing-masing, menegakkan demokrasi,
menepati janji-janji politik kepada masyarkat, jujur, dan amanah dalam memegang
dan menjalankan tugas-tugasnegara demi kesejahteraan dak keadilan
social. Oleh karena itu, akhlak dalam berpolitik perlu ditegakkan,
diantaranya dengan mengamalkan seluruh peraturan perundangan yang berlaku.
Etika Politik dan
Pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elit politik untuk
bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki
keteladanan, rendah hati, dan siap untuk mundur dari jabatan publik apabila
terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan
hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Etika ini
diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang
toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak
melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak
terpuji lainnya.
F.
Aplikasi Akhlak Baik dalam Bidang Seni
dan Budaya
Karakteristik ajaran akhlaqul karimah jika dihubungkan dalam
bidang seni dan kebudayaan bersifat terbuka dan akomodatif namun selektif.
Terbuka dan akomodatif terhadap masukan dari luar namun selektif yaitu tidak
begitu saja menerima seluruh ilmu dan kebudayaan melainkan sejalan dengan
ajaran akhlak islami dan karakter islam itu sendiri.
Karakteristik ajaran akhlaqul karimah dalam islam dapat
mendorong pelakunya untuk menciptakan kebudayaan islam yang didasarkan pada
empat factor, yaitu menghormati akal dan menyuruh manusia menggunakan akalnya
untuk memikirkan alam, mewajibkan pelakunya untuk menuntut ilmu, melarang
pelakunya bersikap taqlid uta dan menyuruh pelakunya memeriksa dan mmbuktikan
kebenaran secara hakiki.
G.
Aplikasi Akhlak Baik dalam System Kemasyarakat
Dalam kehidupan sehari-hari, seorang
muslim haruslah berhubungan baik dengan masyarakat, karena manusia secara fitri
itu sebagai makhluk sosial. Agar tercipta hubungan baik sesame muslim dalam
masyarakat, setiap orang harus mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing
sebagai anggota masyarakat. Hal ini tercermin dalam sebuah hadits Nabi Saw:
“Kewajiban seorang muslim atas
muslim lainnya ada lima: menjawab salam, mengunjungi orang sakit, mengiringi
jenazah, memenuhi undangan, dan menjawab orang bersin” (HR. Khamsah).
H.
Aplikasi Akhlak Baik dalam Bidang Kesehatan
Karakteristik ajaran akhlaqul
karimah mewajibkan memelihara kesehatan dengan cara mengajak dan menganjurkan
seseorang untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta menjaga kesehatan.
Karakteristik
akhlaqul karimah tentang kesehatan berpedoman pada prinsip pencegahan lebih
baik dari pada mengobati. Allah swt berfirman: “Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertaubat dan senang kepada orang-orang yang membersihkan
diri” (QS. 2 : 222). Segi kesehatan batin misalnya dengan konsep taubat dalam
rangka menghasilkan kesehatan mental.
I.
Aplikasi Akhlak Baik Kepada
Lingkungan Hidup
Agama islam diturunkan sebagai agama
rahmatan lil alamin, artinya agama islam bukan hanya ditujukan untuk
orang-orang islam, tapi untuk seluruh alam. Termasuk juga semua makhluk hidup
yang ada di muka bumi ini.
“Tidaklah Kami mengutus engkau
(Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam”. (QS Al-Anbiya’
21: 107)
Misi tersebut tidak terlepas dari
tujuan diangkatnya manusia sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai wakil Allah
yang bertugas memakmurkan, mengelola dan melestarikan alam. Berakhlaq kepada
lingkungan hidup adalah menjalin dan mengembangkan hubungan yang harmonis
dengan alam sekitarnya. Pada intinya, etika islam terhadap alam semesta hanya
mengajarkan satu hal saja yaitu perintah jangan berbuat kerusakan di muka bumi.
Namun yang terjadi sekarang justru bertolak belakang dengan apa yang
diperintahkan oleh Allah Swt.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Akhlak-akhlak yang
disyariatkan dalam Islam itu bermacam-macam. Dalam makalah ini
penulis membatasi pembahasan aplikasi akhlak baik ini. Penulis memaparkan
mengenai alikasi akhlak baik dalam ibadah ritual, ekonomi, hukum, politik,
pendidikan.dll. Pengimplementasian akhlak baik ini dalam kehidupan sangatlah
perlu dilaksanakan. Dalam kehidupan bersosialisasai, berbangsa dan bernegara.
Karena kita sebagai makhluk social yang sellau membutuhkan interaksi antar
sesame manusia, namun selain itu kita adalah makhluk ciptaan Allah SWT sehingga
kita juga harus memperhatikan hubungan kita kepada sang penguasa.
B.
Saran
Penulis
menyarankan agar dalam menjalankan kehidupan ini dalam berbagai aspek
apapun hendaknya dijalankan sesuai syariat Islam atau sesuai dengan akhlak baik
yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Baik itu dalam pelaksanaan ibadah
ritual, pendidikan, ekonomi, politik, hikum, seni budaya, kemasyarakatan,
lingukngan dan kesehatan.
Daftar Pustaka
Elmubarok,Zaim.dkk. Islam Rahmatan lil’alamin. Semarang:
Universitas Negeri Semarang Press. 2011
http://nd4s4ch.wordpress.com/2011/05/20/pembinaan-akhlak-mulia-dalam-berhubungan-antar-sesama-manusia-dalam-perspektif-islam.
(diambil:selasa 19 november 2013 pukul 13:19)
http://ekawonvy.blogspot.com/2012/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
(diambil: selasa 19 november 2013 pukul 13:23)
No comments:
Post a Comment