Thursday, June 5, 2014

Aplikasi Akhlak Baik Dalam Ibadah Ritual, Aktifitas Pendidikan, Ekonomi, Politik Hukum, Seni budaya, Kemasyarakatan, Kesehatan dan Lingkungan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
            Akhlak mempunyai peranan yang cukup signifikan dalam agama Islam. Setiap aspek ajaran Islam selalu berorientasi pada pembinaan dan pembentukan akhlak. Ibadah yang disyariatkan Islam bukanlah suatu jenis ritual yang kering dan hanya mengaitkan manusia kepada satu wujud transendental serta membebaninya dengan serangkaian ritus agama yang hampa makna. Tetapi, hal itu merupakan suatu bentuk “exercise” (latihan) untuk mengkondisikan manusia agar hidup dalam suasana penuh keluhuran budi (akhlak) dalam kondisi apapun.
            Misi utama Rasulullah di muka bumi adalah untuk menyempurnakan akhlak, tepat sekali jawaban Aisyah r.a. atas pertanyaan mengenai akhlak Rasulullah, yaitu: “Akhlak Nabi Muhammad saw. adalah Alquran”. Jawaban yang ringkas dan sarat makna ini menunjukkan Alquran telah menyatu dalam diri Nabi dan menjadi paradigma dalam totalitas perilaku kesehariannya, sehingga Allah memposisikan Nabi tidak hanya sebagai pembawa risalah langit, tetapi sekaligus sebagai “uswatun hasanah”
               Realitas sosial sebelum “bi’tsah” Nabi telah melahirkan nilai-nilai moral yang sudah berakar dan tertancap kuat di tengah-tengah masyarakat Arab. Kehadiran misi Nabi tidak serta merta mengeliminirnya, bahkan dalam batas-batas tertentu, Nabi mengakomodasi dan menjadikannya sebagai bagian integral ajaran Islam.
               Substansi misi suci Nabi terkait erat dengan semangat “rabbaniyah dan insaniyah” yaitu pola hubungan antara dimensi vertikal (hablum min Allah) dan dimensi horizontal (hablum min An-Naas). Jika pola hubungan ini cukup kuat dan sejati, maka akan memancar pelbagai bentuk relasi pergaulan manusia yang berbudi luhur. Dari semangat rabbaniyyah dan insaniyyah ini. Nabi membangun masyarakat madani yang bercirikan kuat dan berorientasi kepada nilai-nilai luhur (akhlaq al-karimah). Oleh karena itu, suatu tatanan masyarakat yang sehat dan berkualitas akan terwujud bila  akhlak menjadi mainstream dan terefleksikan dalam perilaku keseharian.    

B. Rumusan Masalah
               Dalam makalah ini kami akan membahas tentang masalah aplikasi akhlak baik. Untuk itu kami membuat rumusan masalah sebagai berikut :
a.       Bagaimana aplikasi akhlak baik dalam ibadah ritual?
b.      Bagaimana aplikasi akhlak baik dalam aktifitas pendidikan ?
c.       Bagaimana aplikasi akhlak baik dalam ekonomi ?
d.       Bagaimana aplikasi akhlak baik dalam hukum ?
e.       Bagaimana aplikasi akhlak baik dalam politik ?
f.       Bagaimana aplikasi akhlak baik dalam seni budaya?
g.      Bagaimana aplikasi akhlak baik dalam kemasyarakatan?
h.      Bagaimana aplikasi akhlak baik dalam kesehatan?
i.        Bagaimana aplikasi akhlak baik dalam lingkungan?







C. Tujuan Penulisan
               Pembuatan makalah ini bertujuan untuk :
a.       Untuk mengetahui aplikasi akhlak baik dalam ibadah ritual.
b.      Untuk mengetahui aplikasi akhlak baik dalam aktifitas pendidikan.
c.       Untuk mengetahui aplikasi akhlak baik dalam ekonomi.
d.      Untuk mengetahui aplikasi akhlak baik dalam hukum.
e.       Untuk mengetahui aplikasi akhlak baik dalam politik.
f.       Untuk mengetahui aplikasi akhlak baik dalam seni budaya.
g.      Untuk mengetahui aplikasi akhlak baik dalam kemasyarakatan.
h.      Untuk mengetahui aplikasi akhlak baik dalam kesehatan.
i.        Untuk mengetahui aplikasi akhlak baik dalam lingkungan.








  .




BAB II
PEMBAHASAN MASALAH

A.    Aplikasi Akhlak Baik dalam Ibadah Ritual
            Diantara aplikasi akhlak baik dalam aktifitas ibadah ritual yaitu:
1.      Shalat
            Secara bahasa shalat berarti doa. Sedangkan menurut istilah shalat adalah menyembah Allah dengan beberapa perkataan dan perbuatan yang di awali dengan takbiratul ikhram dan di akhiri dengan salam serta wajib melakukannya pada waktu-waktu yang telah ditentukan.
Sebagai salah satu rukun islam, maka shalat fardhu menjadi ibadah yang harus dikerjakan bagi setiap muslim. Banyak sekali ayat dalam Al-Qur’an yang menerangkan tentang perintah shalat. Salah satunya surat Al-BAqarah ayat 43 sebagai berikut :
وَاَقِيْمُوْاالصَّلَوةَ وَآتُواالزَّكَوةَ وَارْكَعُوْامَعَالرَّاكِعِيْنَ….
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” (Al- Baqarah : 43)
Shalat merupakan ibadah yang penting, sebab shalat adalah ibadah yang kan dihisab pertama kali kelak di akhirat. Selain itu shalat merupakan bentuk penghambaan dan rasa syukur terhadap Allah yang telah menciptakan segala sesuatu di jagat raya ini.
Aplikasi akhlak baik dalam ibadah solat dapat dilihat dengan cara-cara yang benar dan baik serta tidak hanya dalam pelaksanaanya, karena sesungguhnya hasil dari solat kita itu dilihat dari perbuatan kita setelah solat tersebut, baik atau tidak, jika tidak. Itu menandakan bahwa solat kita belum baik dan benar dan akhlak kita pun belum tentu sudah benar. Dan apabila perbuatan setelah solat kita baik dan benar, bisa jadi solat kita sudah benar dan akhlak kita bisa saja sudah mendekati benar.
2.      Zakat
            Seseorang yang berakhlak baik akan melaksanakan salah satu kewajiban bagi semua umat muslim yaitu menyisihkan sebagian dari harta kita atau biasa disebut dengan zakat. Pengaplikasian akhlak baik seseorang dapat dilihat dari ketaatan seseorang dalam melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya salah satunya dengan membayar zakat. 
3.      Puasa
            Aplikasi akhlak baik dalam pelaksanaan berupa puasa dalam ibadaah ritual dapat kita lihat dengan bagaimana seseorang memahami puasa itu sebagai sebuah ibadah yang wajib dilaksanakan apabila itu puasa ramadhan, dan selain itu, dalam pelaksanaanya, seseorang akan menjalankan itu dengan baik dan benar dan meyakini bahwa ada Allah sebagai yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat. Begitupun dalam ibadah haji dan ibadah ritual lainya.
4.      Mentauhidkan Allah.
Yaitu mengesakan-Nya baik dalam zat, asma’ washiffat maupun af’al (perbuatan-Nya) serta menjauhkan diri dari perbuatan syirik yang bisa menghancurkan sendi-sendi moral dan kehidupan manusia.
5.      Bertaqwa
Memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Seorang yang hati-hati sekali menjaga segala perintah Allah, supaya tidak meninggalkannya. Dalam Firman-Nya “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama islam”(QS. Ali Imran 3: 102)
6.      Cinta dan Ridha
“Katakanlah:”jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran 3: 3)
Ayat tersebut menyuruh kita orang-orang mukmin agar yang pertama dan utama yang dicintai adalah Allah Swt. Allah lebih dicintainya daripada segala-galanya. Seseorang dikatakan mencintai Allah jika dia selalu berusaha melakukan segala sesuatu yang dicintai-Nya, dan meninggalkan segala sesuatu yang tidak disukai atau dibenci-Nya.
7.      Ikhlas
Ikhlas adalah berbuat tanpa pamrih, hanya semata-mata mengharap ridha Allah swt. Ikhlas adalah syarat diterimanya suatu amalan, baik yang menyangkut amalan dunia maupun amalan akhirat. Niat yang ikhlas harus diikuti dengan kualitas amal yang sebaik-baiknya.
“Sesungguhnya Allah Swt menyukai, bila seseorang beramal, dia melakukannya dengan sebaik-baiknya…” (HR. Baihaqi)
Seorang mukhlis  tidak akan sombong ketika meraih keberhasilan dan tidak akan putus asa ketika mengalami kegagalan. Tidak lupa diri ketika menerima pujian dan tidak mundur ketika mendapatkan cacian, sebab dia berbuat semata-mata hanya karena Allah Swt. Sebaliknya, dia akan selalu bersemangat dalam beramal karena terdorong untuk mendapatkan ridho dari Allah Swt.
Lawan dari ikhlas adalah riya’, yaitu berbuat bukan karena Allah melainkan karena ingin mendapatkan pujian dan sanjungan dari orang lain.
“Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan terjadi pada kalian adalah syirik kecil”. Sahabat bertanya: “apakah syirik kecil itu ya Rasulullah?” Rasul menjawab: “Riya’.” (HR. Ahmad)
8.      Tawakal
Adalah membebaskan hati dari segala ketergantungan kepada selain Allah dan menyerahkan segala keputusan hanya kepada Allah Swt. Tawakal harus diawali dengan kerja keras dan usaha maksimal (ikhtiar). Tidaklah dinamai tawakal kalau hanya pasrah menunggu nasib sambil berpangku tangan tanpa melakukan apa-apa.
9.      Syukur
Ialah memuji si pemberi nikmat atas kebaikan yang telah dilakukannya. Syukur harus melibatkan tiga dimensi yaitu hati, untuk ma’riffah dan mahabbah, lisan untuk memuja dan menyebut asma Allah dan anggota badan untuk menggunakan nikmat yang diterima sebagai sarana untuk taat kepada Allah dan menahan diri dari maksiat kepada-Nya
“dan ingatlah, ketika Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim 14: 7)
10.  Muraqabah
Muraqabah berakar dari kata raqaba yang berarti menjaga, mengawal, menanti dan mengamati. Semua pengertian ini tersimpul dalam satu kata yaitu pengawasan. Muraqabah yang dimaksud disini adalah kesadaran seorang muslim bahwa dia selalu berada dalam pengawasan Allah Swt. Kesadaran itu lahir dari keimanannya bahwa Allah Swt dengan sifat ‘ilmu, basher dan sama’ (mengetahui, melihat dan mendengar) Nya mengetahui apa saja yang dia lakukan kaan dan dimana saja. Dia mengetahui apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh hamba-Nya. Tidak ada satupun dari aktivitas manusia yang luput dari pengawasan-Nya. Firman Allah:
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Al Mukmin 40: 19)
11.  Taubat
Taubat adalah sebuah kebijakan Allah untuk menerima kembali hamba-Nya yang telah menjauhkan diri dari-Nya dan menginginkan untuk kembali ke jalan yang benar setelah melakukan kesalahan-kesalahan. Bertaubat kepada Allah memiliki makna kembali menuju ketaatan setelah melakukan kemaksiatan, kembali pada Allah setelah meninggalkan-Nya dan kembali taat setelah menentang-Nya.
“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman dan beramal shaleh, kemudian tetap dijalan yang benar.” (QS. Thaha 20: 82).
B.     Aplikasi Akhlak Baik dalam Aktifitas Pendidikan
            Sudah semestinya apabila pembentukan akhlak mulia harus tetap diprioritaskan dalam tujuan penyelenggaraan pendidikan. Namun, seiring lajunya zaman rasanya semakin berat tantangan dunia pendidikan ini dalam rangka menyiapkan manusia yang mempunyai akhlak mulia. Diketahui, bahwa pada era globalisasi ini, batas-batas budaya sulit dikenali. Oleh karena itu, tugas dunia pendidikan semakin berat untuk ikut membentuk bukan saja insan yang siap berkompetisi, tetapi juga mempunyai akhlak mulia dalam segala tindakannya sebagai salah satu modal sosial (capital social). Agar terbentuknya insan yang berakhlak mulia, tentu saja ada suatu tuntutan bagaimana proses pendidikan yang dijalankan mampu mengantarkan manusia menjadi pribadi yang utuh, baik secara jasmani maupun rohani.[1] 
            Lebih dari itu, dunia pendidikan masih dihadapkan pada kerusakan yang tengah dialami bangsa Indonesia, yaitu permasalahan “krisis multidimensi”. Artinya, krisis yang tengah melanda bangsa ini tidak hanya dalam bidang financial moneter (keuangan) semata, melainkan juga adanya pengelolaan yang lemah (weak governance) dalam urusan pemerintahan serta kekuasaan, sehingga semakin merambah meliputi semua segi kehidupan bangsa[2]. Untuk itu, penegakan akhlak yang mulia harus menjadi agenda yang tidak boleh dikesampingkan, karena lemahnya akhlak inilah yang tampaknya menyebabkan bangsa ini mengalami krisis multidimensi.
            Dapatlah diamati, KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) yang menjadi penyakit bangsa ini sulit dihentikan, seakan-akan telah menjadi suatu budaya. Bahkan pada era reformasi ini ditemui, untuk tidak mengatakan banyak, orang yang awalnya meneriakkan “hentikan korupsi”, sekarang sebaliknya malah dia sendiri yang melakukan KKN. Seakan-akan dia berteriak karena belum mendapat bagian kue, dan ketika giliran mendapatkannya lantas diam.
            Melihat kedaan semacam ini, tidaklah berlebihan apabila salah satu perioritas garapan dunia pendidikan adalah mengatasi krisis akhlak yang tengah melanda bangsa ini. Namun, terkadang memang terasa ironis, disebabkan kebanyakan yang melakukan tindak korupsi atau berprilaku tak berakhlak adalah mereka orang-orang yang “terdidik”. Mereka adalah orang yang pernah mengenyam dunia pendidikan, yang rata-rata pernah duduk di tingkat pendidikan menengah lanjutan sampai perguruan tinggi, bahkan tingkat doktoral.
            Pertanyaannya adalah, apakah hal tersebut menandakan kurang berhasilnya dunia pendidikan bangsa Indonesia? Atau, perilaku yang semacam ini sudah menjadi mental kebanyakan masyarakat bangsa Indonesia, sehingga sulit disembuhkan. Terlepas dari semua itu, tetap bahwa pendidikan akhlak atau pendidikan humaniora harus dikedepankan. Dengan demikian, tidak semestinya terdengar atau keluar perkataan “putus asa”.
            Etika ini dimaksudkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi agar warga bangsa mampu menjaga harkat dan martabatnya, berpihak kepada kebenaran untuk mencapai kemaslahatan dan kemajuan sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya. Etika ini diwujudkan secara pribadi ataupun kolektif dalam karsa, cipta, dan karya, yang tercermin dalam perilaku kreatif, inovatif, inventif, dan komunikatif dalam kegiatan membaca, belajar, meneliti, menulis, berkarya, serta menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
C.    Aplikasi Akhlak Baik dalam Ekonomi
            Secara umum, bisa dibilang bahwa ekonomi adalah sebuah bidang kajian tentang pengurusan sumber daya material individu, masyarakat, dan negara untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Karena ekonomi merupakan ilmu tentang perilaku dan tindakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bervariasi dan berkembang dengan sumber daya yang ada melalui pilihan-pilihan kegiatan produksi, konsumsi dan atau distribusi.
            Persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan saing, dan terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan ekonomi yang berpihak kepada rakyat kecil melalui kebijakan secara berkesinambungan. Etika ini mencegah terjadinya praktik-praktik monopoli, oligopoli, kebijakan ekonomi yang mengarah kepada KKN dan diskriminasi. Minimnya etika di bidang ini lebih menimbulkan akibat negatif seiring dengan munculnya dominasi kapitalisme yang bersandar pada premis kaum libertarian bahwa kebebasan hasrat manusia harus dijamin dan hanya dengan kebebasan hasrat itulah akan dicapai kemajuan di bidang ekonomi. Intinya, kapitalisme percaya bahwa nafsu keserakahan (greed) manusia-lah yang akan mendatangkan kemajuan. Oleh karena itu, tidak boleh ada batasan terhadap kebebasan keserakahan manusia ini, terutama kebebasan untuk berusaha menjalankan aktivitas ekonomi dengan segala cara.
            Premis mendasar kapitalisme tersebut memunculkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) keburukan. Pertama, persaingan bebas, dengan menghalalkan segala cara, yang menghasilkan pemusatan kekuasaan atau modal hanya pada segelintir orang. Karena keserakahan yang dibiarkan bebas, maka persaingan pun terjadi dan pemilik modal lebih besar keluar sebagai pemenang. Selain menimbulkan kesenjangan, pemusatan modal juga mengganggu keseimbangan pasar karena produksi tetap dijalankan sedangkan kemampuan membeli tidak ada. Krisis pun terjadi dan akan menjadi bagian dari kapitalisme itu sendiri. Kedua, perekonomian kapitalisme tidak berpijak pada perekonomian riil.
            Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan tidak selalu berbanding lurus dengan pertumbuhan industri atau perdagangan barang dan jasa. Banyak perdagangan yang bersifat semu dan berorientasi pada pemuas kesenangan serta mengejar keuntungan. Misalnya, perdagangan mata uang dan logam mulia.
            Perdagangan ini mengakibatkan nilai dan jumlah uang yang beredar “seolah-olah” semakin besar dan bertambah nilainya, namun tidak diiringi pertumbuhan sektor riil. Suatu saat, tentu akan mengalami puncak dan ambruk karena tidak memiliki aktivitas ekonomi riil sebagai dasarnya. Ketiga, sistem yang mengumbar keserakahan dan persaingan bebas yang menghalalkan segala cara telah merusak sendi-sendi berbangsa dan bernegara, terutama maraknya praktik korupsi.
Banyak sekali konsep-konsep ekono­mi yang termuat dalam Al-Qur-an, diantaranya yang bersumber dari surat Al Qoshos ayat 77 yang isinya. Æ
÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šøs9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ    
Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
            Maksudnya adalah perekonomian yang dikelola dengan berorientasi pada dunia dan ahirat.
D.    Aplikasi Akhlak Baik dalam Hukum
               Aplikasi akhlak baik dalam hukum dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang berpihak pada keadilan. Keseluruhan aturan hukum yang menjamin tegaknya supremasi dan kepastian hukum sejalan dengan upaya pemenuhan rasa keadilan yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat. Etika ini meniscayakan penegakan hukum secara adil, perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap warganegara di hadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan hukum secara salah sebagai alat kekuasaan dan bentuk-bentuk manipulasi hukum lainnya..
            Menetapkan hukum syariat merupakan fardhu kifayah. Masyarakat harus mempunyai seorang hakim agar hak-hak mereka tidak sia-sia.
            Dalam aspek hukum terdapat keutamaan yang besar bagi siapa saja yang kuat mengembannya serta melaksanakan hak-haknya. Pelaksanaan hukum lebih utama dari ibadah lainnya yang dilandasi dengan niat. Dalam pelaksanaan hukum terdapat hal yang sangat strategis sekali dan berdosa besar bagi orang yang tidak melaksanakan haknya.
            Hadis yang menjelaskan tentang hukum adalah :
عَنْ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : (الْقُضَاةُ ثَلاَ ثَةٌ وَا حِدٌ فِي الْجَنَّةِ وَاثْنَانِ فِي النَّارِ فَأَمَّا الَّذِي فِي الْجَنَّةِ فَرَجَلٌ عَرَفَ الْحَقَّ فَقَضَى بِهِ وَرَجُلٌ عَرَفَ الْحَقَّ فَجَارَ فِي الْحُكْمِ فَهُوَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ قَضَى للنَّاسِ عَلَى جَهْلٍ فَهُوَ فِي النَّا رِ ) قَالَ أَبُو دَاوُد وَ هَذَا أَصَحُّ شَيْ ءٍفِيهِ يَعْنِي حَدِيثَ ابْنِ بُرَيْدَةَ الْقُضَاةُ ثَلَا ثَةٌ
(رواه أبو داود في السنن, كتاب الأقضية, باب في القا ضي يخطئ)
Dari Buraidah r.a, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Hakim itu ada tiga macam: Dua hakim berada di neraka dan satu di surga. Hakim yang mengetahui kebenaran kemudian ia menetapkan hukum dengannya, maka ia berada di surga. Sementara hakim yang mengetahui kebenaran, tetapi ia tidak menetapkan hukum dengannya dan berlaku curang dalam hukum, maka ia berada di neraka. Dan hakim yang tidak mengetahui kebenaran lalu menetapkan hukum kepada manusia di atas kebodohan, maka ia berada di neraka. ”(HR.Empat imam hadits) [2]
E.     Aplikasi Akhlak Baik dalam Politik          
            Akhlak yang disyariatkan oleh Islam dalam politik dan kenegaraan adalah sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 59 :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ  
”Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”(An Nisaa : 59)
            Rakyat harus berakhalak baik kepada pemimpinnya, yaitu taat sebagaimana taatnya umat Islam kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. Akan tetapi pemimpin yang wajib ditaati adalah pemimpin yang bertakwa kepada Allah SWT, berpedoman pada Al-Qur’an dan As-Sunah, jujur adil, dan selalu berkeinginan untukmeningkatkan kesejahtaraan rakyatnya.
            Akhlak dalam berpolitik sebagaimana disyariatkan dalam ajaran Islam adalah akhlak yang dibangun oleh dasar-dasar Qurani, sehingga para politisi, penguasa, negarawan, dan masyarakat wajib menerapkan etika  politik Islam. Diantaranya seelalu saling menghargai pendapat masing-masing, menegakkan demokrasi, menepati janji-janji politik kepada masyarkat, jujur, dan amanah dalam memegang dan menjalankan tugas-tugasnegara demi kesejahteraan dak keadilan social.  Oleh karena itu, akhlak dalam berpolitik perlu ditegakkan, diantaranya dengan mengamalkan seluruh peraturan perundangan yang berlaku.
            Etika Politik dan Pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap untuk mundur dari jabatan publik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
            Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.

F.     Aplikasi Akhlak Baik dalam Bidang Seni dan Budaya
Karakteristik ajaran akhlaqul karimah jika dihubungkan dalam bidang seni dan kebudayaan bersifat terbuka dan akomodatif namun selektif. Terbuka dan akomodatif terhadap masukan dari luar namun selektif yaitu tidak begitu saja menerima seluruh ilmu dan kebudayaan melainkan sejalan dengan ajaran akhlak islami dan karakter islam itu sendiri.
Karakteristik ajaran akhlaqul karimah dalam islam dapat mendorong pelakunya untuk menciptakan kebudayaan islam yang didasarkan pada empat factor, yaitu menghormati akal dan menyuruh manusia menggunakan akalnya untuk memikirkan alam, mewajibkan pelakunya untuk menuntut ilmu, melarang pelakunya bersikap taqlid uta dan menyuruh pelakunya memeriksa dan mmbuktikan kebenaran secara hakiki.
G.    Aplikasi Akhlak Baik dalam System Kemasyarakat
Dalam kehidupan sehari-hari, seorang muslim haruslah berhubungan baik dengan masyarakat, karena manusia secara fitri itu sebagai makhluk sosial. Agar tercipta hubungan baik sesame muslim dalam masyarakat, setiap orang harus mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing sebagai anggota masyarakat. Hal ini tercermin dalam sebuah hadits Nabi Saw:
“Kewajiban seorang muslim atas muslim lainnya ada lima: menjawab salam, mengunjungi orang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan, dan menjawab orang bersin” (HR. Khamsah).
H.    Aplikasi Akhlak Baik dalam Bidang Kesehatan
            Karakteristik ajaran akhlaqul karimah mewajibkan memelihara kesehatan dengan cara mengajak dan menganjurkan seseorang untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta menjaga kesehatan.
            Karakteristik akhlaqul karimah tentang kesehatan berpedoman pada prinsip pencegahan lebih baik dari pada mengobati. Allah swt berfirman: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan senang kepada orang-orang yang membersihkan diri” (QS. 2 : 222). Segi kesehatan batin misalnya dengan konsep taubat dalam rangka menghasilkan kesehatan mental.

I.       Aplikasi Akhlak Baik Kepada Lingkungan Hidup
Agama islam diturunkan sebagai agama rahmatan lil alamin, artinya agama islam bukan hanya ditujukan untuk orang-orang islam, tapi untuk seluruh alam. Termasuk juga semua makhluk hidup yang ada di muka bumi ini.
“Tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam”. (QS Al-Anbiya’ 21: 107)
Misi tersebut tidak terlepas dari tujuan diangkatnya manusia sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai wakil Allah yang bertugas memakmurkan, mengelola dan melestarikan alam. Berakhlaq kepada lingkungan hidup adalah menjalin dan mengembangkan hubungan yang harmonis dengan alam sekitarnya. Pada intinya, etika islam terhadap alam semesta hanya mengajarkan satu hal saja yaitu perintah jangan berbuat kerusakan di muka bumi. Namun yang terjadi sekarang justru bertolak belakang dengan apa yang diperintahkan oleh Allah Swt.












BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Akhlak-akhlak yang disyariatkan dalam Islam itu bermacam-macam.  Dalam makalah ini penulis membatasi pembahasan aplikasi akhlak baik ini. Penulis memaparkan mengenai alikasi akhlak baik dalam ibadah ritual, ekonomi, hukum, politik, pendidikan.dll. Pengimplementasian akhlak baik ini dalam kehidupan sangatlah perlu dilaksanakan. Dalam kehidupan bersosialisasai, berbangsa dan bernegara. Karena kita sebagai makhluk social yang sellau membutuhkan interaksi antar sesame manusia, namun selain itu kita adalah makhluk ciptaan Allah SWT sehingga kita juga harus memperhatikan hubungan kita kepada sang penguasa.
B.     Saran
            Penulis menyarankan agar dalam menjalankan kehidupan ini dalam berbagai aspek apapun hendaknya dijalankan sesuai syariat Islam atau sesuai dengan akhlak baik yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Baik itu dalam pelaksanaan ibadah ritual, pendidikan, ekonomi, politik, hikum, seni budaya, kemasyarakatan, lingukngan dan kesehatan.






Daftar Pustaka
Elmubarok,Zaim.dkk. Islam Rahmatan lil’alamin. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press. 2011
http://nd4s4ch.wordpress.com/2011/05/20/pembinaan-akhlak-mulia-dalam-berhubungan-antar-sesama-manusia-dalam-perspektif-islam. (diambil:selasa 19 november 2013 pukul 13:19)
http://ekawonvy.blogspot.com/2012/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html (diambil: selasa 19 november 2013 pukul 13:23)



[1] Sudarwan Danim. (2006). Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
[2] Abdullah bin Abdurrahman Albassam, Syarah Bulughul Maram, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007),  hlm. 195

No comments: