Thursday, September 4, 2014

Hewan yang hampir punah


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
            Wacana Lingkungan Hidup dan pelestarian alam dewasa ini merupakan salah satu isu penting di dunia Internasional. Namun pembahasan mengenai lingkungan cenderung berpusat pada masalah pencemaran dan bencana-bencana lingkungan saja. Padahal persoalan lingkungan tidak hanya masalah pencemaran dan bencana-bencana lingkungan semata. Masih banyak aspek lain pada lingkungan yang terkait dengan keperluan vital manusia.
            Adalah suatu kenyataan bahwa setiap bagian lingkungan hidup, sekalipun menjadi bagian wilayah suatu negara atau berada di bawah hidup sebagai suatu keseluruhan. Setiap bagian lingkungan merupakan bagian dari suatu kesatuan (a wholeness) yang tidak dapat dipisah-pisahkan dan satu sama lain, membentuk satu kesatuan tempat hidup yang disebut lingkungan hidup.[1]
            Perubahan drastis beberapa unsur lingkungan hidup yang diakibatkan oleh kegiatan manusia, organisasi-organisasi bisnis publik dan privat, serta negara-negara, belakangan ini menjadi perhatian besar umat manusia dan negara, serta menimbulkan reaksi keras kelompok tertentu, terutama kalangan ekolog.[2]
            Salah satu masalah lingkungan yang patut mendapat sorotan dewasa ini adalah laju penurunan populasi dan kepunahan beberapa spesies. Kepunahan berarti hilangnya keberadaan dari sebuah spesies atau sekelompok takson.
            Waktu kepunahan sebuah spesies ditandai dengan matinya individu terakhir spesies tersebut. Suatu spesies dinamakan punah bila anggota terkahir dari spesies ini mati. Kepunahan terjadi bila tidak ada lagi makhluk hidup dari spesies tersebut yang dapat berkembang biak dan membentuk generasi. Suatu spesies juga disebut fungsional punah bila beberapa anggotanya masih hidup tetapi tidak mampu berkembang biak, misalnya karena sudah tua, atau hanya ada satu jenis kelamin.
            Ada banyak alasan mengapa suatu spesies tertentu dapat menjadi punah. Meskipun faktor-faktor tersebut dapat dianalisis dan dikelompokkan, ada beberapa penyebab kepunahan yang muncul berkali-kali. Di bawah ini adalah beberapa faktor terbesar yang menyebabkan kepunahan:[3]
            1. Perusakan Habitat
            Planet kita secara berkesinambungan berubah, mengakibatkan habitat-habitat makhluk hidup juga terus berganti dan berubah. Perubahan-perubahan alami cenderung terjadi secara bertahap, biasanya hanya menyebabkan pengaruh yang sedikit terhadap individu spesies.
            Bagaimanapun, ketika perubahan- perubahan terjadi pada tahapan yang cepat, hanya ada sedikit atau bahkan tidak ada waktu sama sekali bagi individu spesies untuk bereaksi dan menyesuaikan diri dengan keadaan baru. Hal ini akan menghasilkan bencana, dan untuk alasan ini, hilangnya habitat dengan cepat adalah penyebab utama dari kepunahan spesies.
            Serangan terkuat dalam mempercepat hilangnya habitat-habitat teresebut adalah campur tangan manusia. Hampir setiap daerah di seluruh dunia telah terpengaruh oleh kegiatan manusia, terlebih selama beberapa abad terkahir iniHilangnya mikroba dalam tanah yang dulunya mendukung hutan tropis, punahnya ikan dan spesies air tercemar berbagai habitat, dan perubahan iklim global disebabkan oleh pelepasan gas rumah kaca semua hasil aktivitas manusia.
            Akan sulit bagi suatu individu untuk menyadari pengaruh yang dimiliki manusia terhadap spesies tertentu. Sulit untuk mengidentifikasi atau memprediksi pengaruh manusia terhadap spesies individu dan habitat, terutama selama seumur hidup manusia. Tetapi sangat jelas bahwa aktivitas manusia telah memberikan kontribusi untuk membahayakan spesies. Sebagai contoh, meskipun hutan tropis mungkin terlihat seolah-olah subur, mereka sebenarnya sangat rentan terhadap kehancuran.
            Hal ini karena tanah di mana mereka tumbuh kurang nutrisi. Mungkin diperlukan berabad-abad untuk kembali tumbuh bagi sebuah hutan yang ditebang oleh manusia atau dihancurkan oleh api, dan banyak hewan di dunia dan tanaman yang hidup di hutan-hutan sangat terancam. Jika tingkat hilangnya hutan terus berlanjut, sejumlah besar spesies tanaman dan hewan akan hilang.
            Sekitar 10 juta spesies hidup di bumi, dan antara 50% hingga 90% dari jumlah tersebut diperkirakan berada di hutan tropis.[4] Sekitar dua kali luas lapangan sepakbola hutan hujan tropis menghilang setiap satu detik. Deforestasi mengakibatkan hilangnya 137 spesies tanaman, hewan dan serangga setiap hari. Sejalan dengan menghilangnya beberapa spesies, maka demikian juga akan menghilang obat-obatan bagi sejumlah penyakit. 25% dari obat-obatan di negara-negara Barat berasal dari spesies tumbuhan di hutan hujan tropis, dimana total baru 5% dari tanaman hutan hujan yang telah dipelajari manusia.[5]
            2. Pengenalan Spesies Eksotik
            Spesies asli adalah tanaman dan hewan yang merupakan bagian dari wilayah geografis tertentu, dan biasanya menjadi bagian dari lanskap biologis tertentu untuk periode waktu yang panjang. Mereka juga disesuaikan dengan lingkungan lokal mereka dan terbiasa dengan keberadaan spesies asli lainnya dalam habitat umum yang sama. Spesies eksotik, bagaimanapun, adalah penyusup. Spesies yang diperkenalkan ke lingkungan baru dengan cara aktivitas manusia, baik sengaja atau tanpa sengaja.
            Interlopers ini dipandang oleh spesies asli sebagai elemen asing. Mereka mungkin tidak menyebabkan masalah yang jelas dan mungkin akhirnya dianggap sebagai alam sebagai setiap spesies asli di habitat tersebut. Namun, spesies eksotis juga dapat serius mengganggu keseimbangan ekologi halus dan dapat menghasilkan sejumlah konsekuensi yang tidak disengaja berbahaya.
            Bagian terburuk dari konsekuensi yang tidak disengaja namun yang berbahaya muncul ketika spesies eksotik spesies asli diperkenalkan dimasukkan ke dalam bahaya dengan memangsa mereka. Hal ini dapat mengubah habitat alami dan dapat menyebabkan kompetisi yang lebih besar untuk makanan.
             Spesies telah biologis diperkenalkan kepada lingkungan di seluruh dunia, dan efek yang paling merusak terjadi di pulau-pulau. Diperkenalkan serangga, tikus, babi, kucing, dan spesies asing lainnya telah benar-benar membahayakan dan menyebabkan kepunahan ratusan spesies selama lima abad terakhir. Spesies eksotik jelas merupakan faktor yang cukup besar dalam kepunahan.
            3. Eksploitasi yang Berlebihan
            Spesies yang menghadapi eksploitasi yang berlebihan adalah salah satu yang dapat menjadi sangat terancam atau bahkan punah berdasarkan tingkat di mana spesies ini sedang digunakan.
             Terikat perburuan paus selama abad 20 adalah contoh eksploitasi berlebihan, dan industri penangkapan ikan paus membawa banyak spesies ikan paus untuk ukuran populasi yang sangat rendah. Ketika beberapa spesies paus hampir punah, sejumlah negara (termasuk Amerika Serikat) setuju untuk mematuhi moratorium internasional tentang penangkapan ikan paus. Karena moratorium ini, spesies ikan paus beberapa, seperti ikan paus abu-abu, telah membuat comeback yang luar biasa, sementara yang lain tetap terancam atau hampir punah.
            Pada suatu waktu, ketika ada orang-orang jauh lebih sedikit di Bumi dan satwa liar yang lebih banyak, eksploitasi seperti itu tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap jumlah keseluruhan hewan dan tumbuhan. Dengan lebih dari enam miliar orang di dunia saat ini keadaan sekarang sangat berbeda. Sebagai hasil dari tekanan dari populasi manusia yang terus meningkat, banyak spesies hewan dan tumbuhan telah berkurang dalam jumlah besar dan mereka tidak akan bertahan lebih lama jika manusia terus membunuh mereka.[6]
            Karena perdagangan hewan, banyak spesies terus menderita tingginya tingkat eksploitasi. Bahkan saat ini, ada permintaan untuk item seperti tanduk badak dan tulang harimau di beberapa daerah di Asia. Hal ini di sini bahwa ada pasar yang kuat untuk obat-obatan tradisional yang terbuat dari bagian-bagian hewan.
            4. Faktor Lainnya
            Penyakit, polusi, dan terbatasnya distribusi merupakan faktor-faktor lain yang mengancam berbagai tanaman dan spesies hewan. Jika suatu spesies tidak memiliki perlindungan alami terhadap patogen genetik tertentu, penyakit diperkenalkan dapat memiliki efek yang parah pada specie itu.
             Sebagai contoh, virus rabies dan distemper anjing saat ini menghancurkan populasi karnivora di Afrika Timur. Binatang domestik sering mengirimkan penyakit yang mempengaruhi populasi liar, menunjukkan lagi bagaimana aktivitas manusia terletak pada akar penyebab paling membahayakan. Polusi memiliki dampak serius spesies darat dan air ganda, dan distribusi yang terbatas sering
            konsekuensi dari ancaman lain; populasi terbatas pada daerah kecil karena kehilangan habitat, misalnya, mungkin malapetaka dipengaruhi oleh faktor acak.Demikian beberapa faktor penyebab kepunahan yang utama. Namun di antara beberapa faktor di atas, yang ingin disorot secara khusus faktor penyebab kepunahan spesies pada poin ke-3 alinea dua yaitu tentang perdagangan spesies langka.
            Perdagangan secara gelap satwa langka dan dilindungi merupakan masalah dunia yang menyangkut aktivitas penanaman investasi yang tidak sedikit. Menurut Sarah Fitzgerald dalam International Wildlife Trade: Whose Business Is It (1989), perdagangan hidupan liar eksotik di dunia mencapai angka minimum 5 miliar dolar AS per tahun atau sekitar 10 triliun rupiah.
            Di dalamnya termasuk perdagangan 40.000 ekor jenis-jenis primata, gading dari setidaknya 90.000 gajah Afrika, sedikitnya 1 juta anggrek, 4 juta burung hidup, 10 juta kulit hewan melata (reptilia), 15 juta mantel yang berasal dari burung liar, 350 juta ikan tropis, dan berbagai bentuk kerajinan yang terbuat dari kulit kangguru, hingga hiasan dari cangkang penyu.[7]
            Perdagangan seperti itu jika tidak dikontrol dan dikelola dengan seksama akan mengakibatkan permasalahan yang cukup serius. Yaitu kemusnahan jenis tertentu sehingga mempunyai dampak ekologis terhadap kelestarian dan keseimbangan ekosistem yang ada.  Berdasarkan kenyataan-kenyataan yang telah dipaparkan di atas, demi meningkatkan perlindungan terhadap spesies langka secara internasional pada umumnya dan nasional khususnya, maka penting untuk diteliti hal-hal yang berkaitan dengan peran CITES dalam perlindungan spesies langka.
            Hewan langka merupakan hewan yang sudah jarang ditemukan, dan
keberadaannya hanya terdapat di tempat-tempat tertentu. Hewan langka adalah
hewan yang hampir terancam punah dari keberadaannya akibat dari keserakahan
manusia yang melakukan penebangan hutan secara liar yang merupakan habitat
dan ekosistem dari hewan tersebut.
            Disamping itu yang menyebabkan kepunahan
mereka adalah pembakaran hutan baik yang disebabkan oleh pemanasan global
maupun adanya kesenganjaan dari manusia itu sendiri dengan tujuan untuk
memperluas areal pertanian ataupun memperluas wilayah pemukiman.
Banyaknya hiasan-hiasan yang menggunakan tulang belulang dari hewan
dengan harga yang lebih mahal, menjadikan perburuan dan perdagangan hewan
menjadi semakin meningkat tanpa mengindahkan punahnya keberadaan hewan
tersebut.
            Di Indonesia terdapat banyak hewan langka yang tersebar di seluruh
kepulauan Indonesia. Masyarakat sebagai penduduk asli warga negara indonesia
wajib untuk melindungi eksistensi hewan-hewan langka yang ada di Indonesia,
akan tetapi kurangnya informasi tentang hewan-hewan langka menjadi kendala
untuk mengoptimalkan pelestarian hewan-hewan langka.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa saja hewan atau spesies yang baru ditemukan?
1.2.2 Apa saja hewan atau spesies yang hampir atau sudah punah?
1.2.3 Apa penyebab kepunahan hewan atau spesies?

1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu almiah dasar.
1.3.2 Untuk mengetahui hewan atau spesies yang baru ditemukan.
1.3.3 Untuk mengetahui hewan atau spesies yang hampir atau sudah punah.
1.3.4 Untuk mengetahui penyebab kepunahan hewan atau spesies.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hewan atau Spesies Yang Baru Ditemukan
1. Monyet bersin 
            Nama spesies monyet berhidung ini adalah Rhinopithecus strykeri namun lebih sering disebut dengan monyet bersin atau sneezing monkey. Monyet dari keluarga Cercopithecidae, pertama kali ditemukan oleh para ilmuwan di Myamar. Diketahui juga monyet tersebut adalah monyet pertama yang punya hidung aneh seperti itu. Kini keberadaan monyet bersin di ambang kepunahanan. Monyet bersin ini punya kebiasaan lucu karena ketika hujan monyet-monyet ini akan bersin.
            Bersin-bersin mereka diakibatkan oleh air yang masuk ke hidung mereka yang pipih. Untuk menghindari bersin yang terus menerus ini, monyet bersin menutup hidung mereka. Para penduduk asli mengatakan pada ilmuwan, jika ingin mencari monyet ini, dengarkan suara bersin mereka saat hujan.
            Untuk menghindari hidungnya kemasukan air hujan, mereka menghabiskan waktu selama hujan dengan duduk sembari menyelipkan kepala di antara lutut.
            Sebuah tim ahli primatologi internasional telah menemukan spesies baru monyet di Myanmar Utara (dahulu Burma). Penelitian ini, yang diterbitkan di American Journal of Primatology, mengungkapkan bagaimana Rhinopithecus strykeri, satu spesies monyet berhidung pesek, memiliki hidung terbalik yang menyebabkannya sering bersin di saat hujan.
            Ahli biologi lapangan yang dipimpin oleh Ngwe Lwin dari Asosiasi Keanekaragaman Hayati Dan Konservasi Alam Myanmar serta didukung oleh tim internasional ahli primatologi dari Fauna & Flora International (FFI) dan Yayasan Sumber Daya Manusia dan Keanekaragaman Hayati, menemukan spesies baru ini selama berlangsungnya Hoolock Gibbon Status Review nasional di awal tahun 2010. Para pemburu melaporkan adanya spesies monyet dengan bibir menonjol dan lubang hidung terbalik yang lebar.
            Sebuah gambar yang direkonstruksi dengan Photoshop, berdasarkan monyet berhidung pesek Yunnan dan bangkai spesies yang baru ditemukan. (Kredit: Dr Thomas Geissmann)
            Penampakan tersebut dilaporkan dari Himalaya timur ke timur laut Kachin, membawa tim peneliti untuk melakukan survei lapangan dan mengarah pada penemuan populasi kecil spesies baru, yang menampilkan karakteristik tidak seperti spesies berhidung pesek lain yang pernah dideskripsikan sebelumnya.
            Thomas Geissmann, yang memimpin pendeskripsian taksonomi, menggambarkan bahwa monyet itu memiliki bulu hitam dengan warna putih hanya pada bagian jumbai telinga, jenggot dagu dan area kerampangnya. Ia juga memiliki ekor yang relatif panjang, sekitar 140% dari ukuran tubuhnya.
            Spesies ini dinamakan Rhinopithecus strykeri untuk menghormati Jon Stryker, Presiden dan Pendiri Yayasan Arcus yang mendukung proyek tersebut. Namun, dalam dialek lokal disebut mey nwoah, yang arinya ‘monyet berwajah terbalik’.
            Sementara spesies ini tergolong baru bagi ilmu pengetahuan, masyarakat lokal justru sudah mengenal hewan itu dengan baik dan mengklaim sangat mudah menemukan mereka di saat hujan karena hidung terbalik mereka seringkali kemasukan air hujan, dan itu menyebabkan mereka bersin. Untuk menghindari hidungnya kemasukan air hujan, mereka menghabiskan waktu selama hujan dengan duduk sembari menyelipkan kepala di antara lutut.
            Frank Momberg, Koordinator Program Pembangunan Daerah FFI, Asia Pasifik, yang mewawancarai para pemburu lokal selama survei lapangan, menunjukkan bahwa spesies ini hanya berada di kawasan Sungai Maw. Area distribusi itu diyakini seluas 270 km persegi dengan perkiraan populasi hanya berkisar 260-330 ekor. Itu artinya, hewan ini sudah masuk dalam klasifikasi IUCN sebagai yang terancam punah.
            Karena spesies monyet berhidung pesek ini mendiami Negara Kachin di Myanmar timur laut, secara geografis mereka terisolasi dari spesies lain oleh dua hambatan utama, Sungai Mekong dan Salween, yang mungkin menjelaskan mengapa spesies ini belum pernah ditemukan sebelumnya.
            Menurut para pemburu lokal, monyet-monyet tersebut menghabiskan bulan-bulan musim panas, antara bulan Mei dan Oktober, di ketinggian yang lebih tinggi di hutan beriklim campuran. Di musim dingin mereka turun lebih dekat ke desa karena hujan salju membuat makanan menjadi langka.
            Spesies monyet berhidung pesek ditemukan di beberapa bagian Cina dan Vietnam. Saat ini semua spesies dianggap terancam. Sampai sekarang tidak ada spesies yang telah dilaporkan berada di Myanmar. Namun, tambahan terbaru bagi keluarga berhidung pesek ini sudah sangat terancam. Hal ini dikarenakan tekanan perburuan meningkat akibat pembangunan jalan logging oleh perusahaan China, mulai merambah wilayah yang sebelumnya terisolasi.
2. Tamoya ohboya
            Tomoya ohboya atau yang bernama asli Bonaire Banded Box Jelly, adalah jenis ubur-ubur yang telah ditemukan sejak 2008. Namun ubur-ubur ini baru berhasil diidentifikasi dua tahun setelah penemuannya. Nama Oh Boy disumbangkan oleh Peck kepada tim polling pencari nama species baru. Menurut Peck, semua orang akan mengatakan "oh Boy" ketika melihat ubur-ubur dari family Tamoyidae itu.
             “Oh, boy!”, kata-kata tersebut selalu didengar setiap Tamoya Ohboya menyengat manusia yang berada di sekitarnya. Nggak heran akhirnya kalimat tersebut melekat menjadi nama binatang laut yang unik ini. Biar nggak kaget saat bertemu, kenalan yuk, dengan Ohboya!

            Ide nama ubur-ubur ini  berasal dari seorang guru Biologi bernama Liza Peck. Ia mengikuti kompetisi online untuk memberikan nama sejumlah spesies baru. Dari 300 orang yang berpartisipasi, ide Liza paling banyak disukai. Ia berpikir kata-kata pertama yang akan diucapkan orang saat bertemu Ohboya adalah “oh, boy”.
            Jangan sampai salah mengira Ohboya saat melihatnya di laut. Bentuk tubuhnya yang kotak dengan sulur-sulur panjang, membuatnya seperti layang-layang yang terlepas dan jatuh ke air.  Apalagi  sejumlah ekornya punya warna-warni menariki seperti pita rambut.
            Ketika Ohboya merasa terancam, spesies unik ini langsung menyengat kita dengan sengatan beracunnya. Kita bisa langsung merasakan nyeri parah, kerusakan kulit, dan agitasi. Hingga saat ini, sengatan si ubur-ubur kotak tersebut tercatat baru melukai tiga orang penyelam yang kebetulan berada di dekatnya.
            Sayangnya, hingga saat ini informasi tentang Ohboya masih kurang. Beberapa hal yang sudah diketahui, ubur-ubur ini hidup di Perairan Dutch Caribbean. Mereka mencari mangsa di siang hari dan bisa berenang dengan cepat. Semoga akan ada riset baru ya, buat memperkaya informasi seputar ubur-ubur kotak ini.
3. Cacing setan
            Adalah jenis cacing dengan panjang 0,5 mm yang hidupnya jauh di bawah permukaan laut. Saat ditemukan di kedalam 1.3 km dari permukaan laut di lokasi tambang emas, diketahui binantang ini bisa hidup dalam temperatur yang tinggi yakni 370 celcius. Cacing dengan sebutan lain Halicephalobus mephisto juga diyakini tidak pernah menyentuh udara bebas sejak 4000 sampai 6000 tahun lalu. Penemuan cacing dari keluarga Panagrolaimidae karena dimungkinkan adanya mahluk sama yang hidup di kedalaman lain.
            Panjangnya cuma 0,5 mm, namun cacing yang sangat kecil ini hidup di kedalaman yang ekstrem di Bumi. Dia ditemukan di kedalaman 1,3 km di tambang emas di Afrika Selatan.
            Spesies ini tahan hidup di daerah yang bertekanan dan bersuhu tinggi bak neraka. Karena ukurannya yang sangat kecil, cacing ini hanya bisa dilihat oleh mikroskop elektron. Cacing ini bernama latin  Halicephalobus mephisto.
4. Kollasmosoma sentum 
            Tawon parasit dari keluarga Braconidae hanya mampu terbang rendah yaitu sekitar 1 cm dari tanah. Dia menggunakan tubuh semut untuk menaruh telurnya, setelah 0,052 detik diapun mati. Sebenarnya semut bisa menghadapi parasit ini dengan kaki-kaki kecilnya agar tawon tidak menaruh telur di badan semut. Cara-cara tawon menaruh telurnya di semut kini bisa dilihat di youtube. Lebah parasit kecil ini hanya berukuran 1 cm, ditemukan di tanah di Madrid, Spanyol.

2.2 Hewan atau Spesies Yang hampir atau Sudah Punah
1. Harimau Jawa
            Harimau Jawa atau Java Tiger (Panthera tigris sondaica) adalah jenis harimau yang hidup di pulau Jawa. Harimau ini dinyatakan punah pada tahun 1980-an, akibat perburuan dan perkembangan lahan pertanian yang mengurangi habitat binatang ini secara drastis.
            Walaupun begitu, ada juga kemungkinan kepunahan ini terjadi di sekitar tahun 1950-anketika diperkirakan hanya tinggal 25 ekor jenis harimau ini di habitatnya. Terakhir kali ada sinyalemen keberadaan Harimau Jawa ialah di tahun 1972. Di tahun 1979, ada tanda-tanda bahwa tinggal 3 ekor harimau hidup di pulau Jawa. Walaupun begitu, ada kemungkinan kecil binatang ini belum punah. Di tahun 1990-an ada beberapa laporan tentang keberadaan hewan ini, walaupun hal ini tidak bisa diverifikasi.
            Harimau Jawa berukuran kecil dibandingkan jenis- jenis harimau lain. Harimau jantan mempunyai berat 100-141 kg dan panjangnya kira-kira 2.43 meter. Betina berbobot lebih ringan, yaitu 75-115 kg dan sedikit lebih pendek dari jenis jantan.
            Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia. Filum: Chordata. Kelas: Mamalia. Ordo: Carnivora. Famili: Felidae. Genus: Panthera. Spesies: Panthera tigris. Upaspesies: Panthera tigris sondaica. Nama trinomial: Panthera tigris sondaica. (Temminck, 1844)
2. Harimau Bali
            Harimau Bali (Panthera tigris balica) adalah subspesies harimau yang sudah punah dan pernah mendiami pulau Bali, Indonesia. Harimau ini adalah salah satu dari tiga sub-spesies harimau di Indonesia bersama dengan harimau Jawa (juga telah punah) dan harimau  Sumatera (spesies terancam). Harimau ini adalah harimau terkecil dari ketiga sub-spesies; harimau terakhir ditembak pada tahun 1925, dan sub-spesies ini  dinyatakan punah pada tanggal 27September 1937.
            Sub-spesies ini punah karena kehilangan habitat dan perburuan. Sangat disayangkan sekali hewan langka seperti diatas masih diburu oleh manusia ,dan akhirnya punah juga
3. Pesut Mahakam
            Pesut Mahakam (Latin:Orcaella brevirostris) adalah sejenis hewan mamalia yang sering disebut lumba-lumba air tawar yang hampir punah karena berdasarkan data tahun 2007, Pesut Mahakam tinggal 50 ekor saja dan menempati urutan tertinggi satwa Indonesia yang terancam punah. Tidak seperti mamalia air lain yakni lumba-lumba dan ikan paus yang hidup di laut, Pesut Mahakam hidup di sungai-sungai daerah tropis.
            Populasi satwa langka yang dilindungi Undang-Undang ini hanya terdapatpada tiga lokasi di dunia yakni Sungai Mahakam, Sungai Mekong, dan Sungai Irawady. Namun, diberitakan bahwa pesut di Mekong dan Sungai Irrawaddy sudah punah. Dahulu pesut pernah ditemukan di banyak muara- muara sungai di Kalimantan, tetapi sekarang pesut menjadi satwa langka. Kecuali di sungai Mahakam, di tempat ini habitat Pesut Mahakam dapat ditemukan ratusan kilometer dari lautan yakni di wilayah kecamatan Kota Bangun, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
            Habitat hewan pemangsa ikan dan udang air tawar ini dapat dijumpai di perairan Sungai Mahakam, Danau Jempang (15.000 Ha), Danau Semayang (13.000 Ha) dan Danau Melintang (11.000Ha). Pesut mempunyai kepala berbentuk bulat (seperti umbi) dengan kedua matanya yang kecil (mungkin merupakan adaptasi terhadap air yang berlumpur).
            Tubuh Pesut berwarna abu-abu sampai wulung tua, lebih pucat dibagian bawah - tidak ada pola khas. Sirip punggung kecil dan membundar di belakang pertengahan punggung. Dahi tinggi dan membundar; tidak ada paruh. Sirip dada lebar membundar. Pesut bergerak dalam kawanan kecil. Walaupun pandangannya tidak begitu tajam dan kenyataan bahwa pesut hidup dalam air yang mengandung lumpur, namun pesut merupakan 'pakar' dalam mendeteksi dan menghindari rintangan-rintangan.
            Barangkali mereka menggunakan ultrasonik untuk  melakukan lokasi gema seperti yang dilakukan oleh kerabatnya di laut. Populasi hewan ini terus menyusut akibat habitatnya  terganggu, terutama makin sibuknya lalu-lintas perairan Sungai Mahakam, serta tingginya tingkat erosi dan pendangkalan sungai akibat pengelolaan  hutan di sekitarnya. Kelestarian Pesut Mahakam juga diperkirakan terancam akibat terbatasnya bahan makanan berupa udang dan ikan, karena harus bersaing dengan para nelayan di sepanjang Sungai Mahakam.


4. Mentok Rimba
            Mentok Rimba atau dalam bahasa ilmiahnya  Cairina scutulata bisa dikatakan sebagai jenis bebek paling langka di dunia. Populasinya di seluruh dunia sangat langka, diperkirakan hanya tersisa sekitar 1000 ekor. Sekitar 150 ekor terdapat di Taman Nasional Way Kambas, salah satu habitat Mentok Hutan  yang tersisa di Indonesia.
            Mentok Rimba dikenal juga sebagai Mentok  Hutan, Serati, Bebek Hutan atau Angsa Hutan dan dalam bahasa inggris dikenal sebagai  White-winged Wood Duck. Spesies ini termasuk salah satu burung air dari suku Anatidae (bebek).  Mentok Rimba (Cairina scutulata) nyaris mirip dengan spesies Bebek Manila (Cairina moschata) yang sering dipelihara. Mentok berukuran besar antara 66-75 cm. Bentuknya  hampir menyerupai bebek. Warna bulunya gelap dan kepala serta lehernya keputih- putihan. Penutup sayap kecil putih, penutup sayap tengah dan spekulum abu-abu biru.
            Mentok Rimba berhabitat di lahan basah yang dekat dengan rawa-rawa. Burung jenis ini suka sekali bersembunyi di siang hari dan pada malam hari mereka juga dapat aktif  mencari makan sendiri, berpasangan, maupun berkelompok 6-8 ekor.
            Karena hidupnya di lahan basah (air), maka  pembangunan listrik tenaga air dan polusi  manusia menjadi ancaman terbesar bagi  mereka. Selain itu, penurunan polulasinya  juga diakibatkan oleh kerusakan, degradasi, dan gangguan habitatnya termasuk kehilangan koridor hutan di tepi sungai. Polulasinya yang tinggal sedikit ini sangat beresiko terhadap kepunahan.
            Habitat Mentok Rimba tersisa di Thailand, Kamboja, Vietnam, Laos, Myanmar, Indonesia, India, dan Bangladesh dengan jumlah populasi tidak mencapai 1000 ekor. Di Indonesia, semula Mentok Rimba ini dapat dijumpai di Jawa dan Sumatera, namun kini bebek jenis ini telah punah di Jawa. Sedangkan di  Sumatera diperkirakan hanya bertahan di Taman Nasional Way Kambas dengan  populasi sekitar 150 ekor.
            Jumlah populasi dan penyebarannya  menjadikan IUCN Redlist memasukkan Mentok  Rimba dalam kategori Endangered (EN / Genting) yang berarti terancam kepunahan . Status ini sama persis seperti yang disandang oleh Burung Maleo
5. Burung Maleo
            Burung maleo yang dalam nama ilmiahnya macrocephalon maleo adalah sejenis burung  yang berukuran sedang, dengan panjang sekitar 55cm. Burung maleo adalah satwa endemik sulawesi, artinya hanya bisa ditemukan hidup dan berkembang di pulau sulawesi, indonesia. Selain langka, burung ini ternyata unik karena anti poligami. Selain sebagai satwa endemik burung maleo  (macrocephalon maleo) ini yang mulai langka dan dilindungi ini juga merupakan burung yang unik. Keunikannya mulai dari struktur tubuh, habitat, hingga tingkah lakunya yang salah satunya adalah anti poligami.
            Makanya tidak mengherankan jika sejak tahun 1990 berdasarkan sk. No. Kep. 188.44/1067/ro/ bklh tanggal 24 pebruari 1990, burung maleo  ditetapkan sebagai satwa maskot provinsi sulawesi tengah.  Burung maleo memiliki bulu berwarna hitam, kulit sekitar mata berwarna kuning, iris mata merah kecoklatan, kaki abu-abu, paruh jingga dan bulu sisi bawah berwarna merah-muda keputihan. Di atas kepalanya terdapat tanduk atau jambul keras berwarna hitam. Jantan dan betina serupa. Biasanya betina berukuran lebih kecil dan berwarna lebih kelam dibanding burung jantan.
            Populasi terbanyaknya kini tinggal di Sulawesi tengah. Salah satunya adalah di cagar alam saluki, donggala, sulawesi tengah. Di wilayah taman nasional lore lindu ini, populasinya  di taksir tinggal 320 ekor. Karena populasinya  yang kian sedikit, burung unik dan langka ini dilindungi dari kepunahan. maleo dikategorikan sebagai terancam punah di dalam iucn red list. Spesies ini didaftarkan dalam cites appendix.
            Populasi maleo terancam oleh para pencuri telur dan pembuka lahan yang mengancam habitatnya. Belum lagi musuh alami yang memangsa telur maleo, yakni babi hutan dan biawak. Habitatnya yang khas juga  mempercepat kepunahan. Maleo hanya bisa hidup di dekat pantai berpasir panas atau di pegununungan yang memiliki sumber mata  air panas atau kondisi geothermal tertentu. Sebab di daerah dengan sumber panas bumi itu, maleo mengubur telurnya dalam pasir.
6. Bekantan
            Bekantan atau biasa disebut Monyet Belanda merupakan satwa endemik Pulau Kalimantan (Indonesia, Brunei, dan Malaysia). Bekantan merupakan sejenis kera yang mempunyai ciri khas hidung yang panjang dan besar dengan rambut berwarna coklat kemerahan. Dalam bahasa ilmiah, Bekantan disebut Nasalis larvatus.
            Bekantan dalam bahasa latin (ilmiah) disebut Nasalis larvatus, sedang dalam bahasa inggris disebut Long-Nosed Monkey atau Proboscis Monkey. Di negara-negara lain disebut dengan beberapa nama seperti Kera Bekantan (Malaysia), Bangkatan (Brunei), Neusaap (Belanda). Masyarakat Kalimantan sendiri memberikan beberapa nama pada spesies kera berhidung panjang ini seperti Kera Belanda, Pika, Bahara Bentangan, Raseng dan Kahau.
            Bekantan yang merupakan satu dari dua spesies anggota Genus Nasalis ini sebenarnya terdiri atas dua subspesies yaitu Nasalis larvatus larvatus dan Nasalis larvatus orientalis. Nasalis larvatus larvatus terdapat dihampir seluruh bagian pulau Kalimantan sedangkan Nasalis larvatus orientalis terdapat di bagian timur laut dari Pulau Kalimantan.
7. Ivory-Billed Woodpecker (Burung pelatuk berparuh gading)
            Burung langka ini hidup atau pernah terlihat di Sebelah Tenggara Amerika Serikat serta Kuba. Burung pelatuk ini sempat dikabarkan punah pada tahun 2004, hingga penampakannya kembali muncul di Arkansas, dan Florida. Namun keberadaannya sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti. Jika memang burung ini masih ada, diperkirakan jumlahnya sudah sangat sedikit sekali.

8. Amur Leopard (Macan Tutul amur)
            Hewan yang memiliki nama latin Panthera pardus orientalis ini merupakan subspesiesn macan tutul yang sangat sangat langka yang hanya hidup di daerah terpencil dan bersaljlu di hutan sebelah utara di wilayah Primorye, Rusia Timur. Dulunya macan tutul amur juga hidup di Korea dan Utara China, tetapi sekarang sudah tidak lagi. Pada tahun 2007 jumlah mereka disensus hanya ada sekitar 14-20 yang dewasa, dan 5-6 anakannya.
3. Badak jawa (Javan rhinoceros)
            Hewan yang memiliki nama latin Rhinoceros sondaicus ini merupakan satu dari 5 spesies badak yang paling terancam punah di dunia. Jumlahnya diperkirakan hanya sekitar 40-60 ekor saja. Itu pun yang terdapat di Ujung Kulon. Dulunya mereka menyebar di beberapa wilayah di Asia Tenggara, tetapi sekarang sudah tidak lagi. Kebanyakan mati karena diburu untuk diambil cula-nya, yang konon bisa digunakan untuk obat tradisional..
4. Northern sportive lemurs 
            Memang sangat sulit untuk menyebutkan satu spesies lemur lebih terancam punah dibandingkan dengan spesies lemur lainnya yang jumlahnya sekitar 100 spesies dan semuanya hidup di Pulau Madagaskar. Namun para peneliti baru-baru ini mengatakan bahwa spesies lemur yang memiliki nama latin Lepilemur septentrionalis ini jumlahnya tidak lebih dari 20 ekor saja di alam liar. Konon jenis lemur ini hanya hidup di satu pegunungan kecil di ujung utara pulau Madagaskar.



5. Northern right whale
            Spesies ikan paus yang memiliki nama latin Eubalena glacialis ini merupakan spesies ikan Paus paling terancam punah di dunia. Jumlahnya diketahui hanya sekitar 350 ekor yang bertualang di pantai Atlantik, Kanada, dan Amerika Serikat.
6. Lowland Gorilla (Gorilla Dataran Rendah)
            Ada dua jenis Gorilla dataran rendah yang hidup di Afrika Barat, yaitu Gorilla dataran rendah barat (Gorilla gorilla) yang populasinya paling banyak dibandingkan dengan 4 spesies gorilla lainnya, yaitu sekitar 100.000 ekor di alam liar, dan Cross River gorilla (Gorilla diehli) yang jumlahnya hanya ratusan. Kedua jenis Gorilla dataran rendah tersebut jumlahnya menurun hingga 60% dalam 25 tahun terakhir. Dan diperkirakan jumlahnya akan terus menurun dalam beberapa dekade mendatang akibat kehilangan habitat, perburuan liar, dan yang paling berpengaruh adalah penyakit.
7. Leatherback sea turtle (Kura-kura laut punggung kulit)
            Spesies kura-kura yang memiliki nama latin Demochelys coriacea ini merupakan spesies kura-kura terbesar di dunia, dan memiliki jangkauan paling luas dibandingkan dengan spesies kura-kura lainnya. Mereka berenang ke seluruh dunia melewati daerah tropis hingga daerah sub-kutub. Sayangnya, menurut IUCN, pada tahun 1982 hanya ada sekitar 115.000 kura-kura betina dewasa di dunia, dan 14 tahun kemudian, hanya ada 20.000-30.000 saja. Populasinya pun kian menyusut dari waktu ke waktu.
            Masalah yang mengancam populasi mereka antara lain, pencurian telur mereka oleh manusia, perburuan liar, perubahan iklim dunia, dan habitat mereka yang tercemar.


8. Siberian Tiger (Harimau Siberia)
            Spesies harimau yang memiliki nama latin Panthera tigris altaica ini merupakan kucing besar terbesar di dunia. Beratnya bisa mencapai 300 kg. Akibat perburuan yang berkelanjutan, jumlah harimau Siberia pada tahun 1930-an diketahui hanya sekitar 40 ekor. Setelah hewan ini dilindungi Undang-Undang jumlah mereka pun bisa bertambah hingga 500 ekor saat ini. Meskipun demikian populasi mereka masih terancam oleh perburuan liar, dan hilangnya habitat akibat ekspansi perluasan lahan manusia, dan penebangan liar.
9. Chinese Giant Salamander (Salamander Raksasa dari Cina)
            Kadal yang memiliki nama latin Andrias davidianas ini merupakan amphibi terbesar di dunia. Panjangnya bisa mencapai 6 kaki. Mereka hidup di Cina bagian Tengah, Barat Daya, dan Selatan. Namun kabarnya saat ini Salmander ini sudah tidak terlihat lagi, akibat dari perburuan berlebihan yang menjadikan mereka sebagai sumber makanan.
10. Little Dodo Bird
            Burung unik ini juga disebut burung Manumea oleh penduduk asli Samoa. Hanya sekitar ratusan burung ini yang hidup di dua Pulau Samoa. Dan saat ini mereka semakin menghilang akibat dari perburuan liar dan kehilangan habitat.
2.3 Penyebab Kepunahan Hewan atau Spesies
            Setiap makhluk hidup pasti akan mati termasuk kita manusia tidak terkecuali hewan dan tumbuhan. Kematian suatu jenis makhluk hidup secara terus menerus yang tidak diimbangi dengan regenarasi generasi penerus / keturunan (berkembang biak) adalah merupakan kepunahan. Punah berarti tidak akan ada lagi makhluk hidup itu selama-lamanya di muka bumi. Contoh spesies yang sudah punah adalah dinosaurus jenis t-rex.


Faktor Alasan Penyebab Kepunahan Suatu Spesies :
1. Daya Regenerasi Yang Rendah
            Banyak hewan yang butuh waktu lama untuk masuk ke tahap berkembang biak, biasa memiliki satu anak perkelahiran, butuh waktu lama untuk merawat anak, sulit untuk kawin, anaknya sulit untuk bertahan hidup hingga dewasa, dan sebagainya. Tumbuhan tertentu pun juga terkadang membutuhkan persyaratan situasi dan kondisi yang langka untuk bisa tumbuh berkembang. Hal tersebut menyulitkan spesies yang memiliki daya regenerasi / memiliki keturunan rendah untuk memperbanyak dirinya secara signifikan. Berbeda dengan tikus, ayam, lalat, kelinci, dll yang mudah untuk melakukan regenerasi.
2. Campur Tangan Manusia
            Adanya manusia terkadang menjadi malapetaka bagi keseimbangan makhluk hidup di suatu tempat. Manusia kadang untuk mendapatkan sesuatu yang berharga rela membunuh secara membabi buta tanpa memikirkan regenerasi hewan atau tumbuhan tersebut. Gajah misalnya dibunuhi para pemburu hanya untuk diambil gadingnya, harimau untuk kulitnya, monyet untuk dijadikan binatang peliharaan, dan lain sebagainya.
            Perubahan areal hutan menjadi pemukiman, pertanian dan perkebunan juga menjadi salah satu penyebab percepatan kepunahan spesies tertentu. Mungkin di jakarta jaman dulu terdapat banyak spesies lokal, namun seiring terjadinya perubahan banyak spesies itu hilang atau pindah ke daerah wilayah lain yang lebih aman.
3. Bencana Alam Besar
            Adanya bencana super dahsyat seperti tumbukan meteor seperti yang terjadi ketika jaman dinosaurus memungkinkan banyak spesies yang mati dan punah tanpa ada satu pun yang selamat untuk meneruskan keturunan di bumi. Sama halnya dengan jika habitat spesies tertentu yang hidup di lokasi yang sempit terkena bencana besar seperti bancir, kebakaran, tanah longsor, tsunami, tumbukan meteor, dan lain sebagainya maka kepunahan mungkin tidak akan terelakkan lagi.
4. Didesak Populasi Lain Yang Kuat
            Kompetisi antar predator seperti macan tutul dengan harimau mampu membuat pesaing yang lemah akan terdesak ke wilayah lain atau bahkan bisa mati kelaparan secara masal yang menyebabkan kepunahan.
















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Hewan-hewan didunia ini banyak yang sudah punah, banyak factor yang menyebabkan hal tersebut, mulai dari factor alam yang kita biasa sebut sebagai hukum biosfer, atau fakto rmanusia yang menguasai dan memimpin bumi ini, hendaknya kita dan hewan saling dukung mendukung dalam proses kehidupan, karena hewan dan manusia harus hidup seimbang, tidak ada yang dirugikan dan merugikan.
            Selain hewan-hewan yang punah, ternyata terdapat beberapa hewan yang baru yang ditemukan, seperti monyet bersin, ubur-ubur dan masih banyak lagi yang lainya.
3.2 Saran
            Kita sebagai manusia dan sekaligus sebagai pemimpin dimuka bumi, hendaknya kita menjaga agar hewan-hewan tidak mengalami kepunahan dan agar hewan dan manusia dapat hidup berdampingan tanpa ada yang dirugikan dan merugikan.







DAFTAR PUSTAKA
Endangeredspecie, Cause of Endangerment, diakses dari halaman world wide web: http://www.endangeredspecie.com/causes_of_endangerment.htm pada tanggal 20 Juli 2011
 Environment Matters at the World Bank: 2009. Environment on Biodiversity, Annual Review, h.45
Fachruddin M. Mangunjaya, Hidup Harmonis dengan Alam: Esai-Esai Pembangunan Lingkungan, Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), h.44
Ibid, h.3 3Wikipedia, Kepunahan, diakses dari halaman world wide web: http://id.wikipedia.org/kepunahan.htm pada tanggal 20 Juli 2011
IdaBagus Wyasa Putra, Hukum Lingkungan Internasional: Perspektif Bisnis Internasional (Jakarta: PT. Refika Aditama, 2003), h.2
WRI, IUCN, UNEP, Global Biodiversity Strategy, diterjemahkan oleh WALHI dengan judul Strategi Keanekaragaman Hayati Global (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1995) h.7
YPTE, Trade in Endangered Species, diakses dari halaman world wide web: http://www.ypte.org.uk/environmental/trade-in-endangered-species/25 pada tanggal 22 Juli 2011





[1] IdaBagus Wyasa Putra, Hukum Lingkungan Internasional: Perspektif Bisnis Internasional (Jakarta: PT. Refika Aditama, 2003), h.2
[2] Ibid, h.3 3Wikipedia, Kepunahan, diakses dari halaman world wide web: http://id.wikipedia.org/kepunahan.htm pada tanggal 20 Juli 2011
[3] Endangeredspecie, Cause of Endangerment, diakses dari halaman world wide web: http://www.endangeredspecie.com/causes_of_endangerment.htm pada tanggal 20 Juli 2011
[4] WRI, IUCN, UNEP, Global Biodiversity Strategy, diterjemahkan oleh WALHI dengan judul Strategi Keanekaragaman Hayati Global (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1995) h.7
[5] Environment Matters at the World Bank: Environment on Biodiversity, 2009 Annual Review, h.45
[6] YPTE, Trade in Endangered Species, diakses dari halaman world wide web: http://www.ypte.org.uk/environmental/trade-in-endangered-species/25 pada tanggal 22 Juli 2011
[7] Fachruddin M. Mangunjaya, Hidup Harmonis dengan Alam: Esai-Esai Pembangunan Lingkungan, Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), h.44

No comments: