BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Wacana Lingkungan
Hidup dan pelestarian alam dewasa ini merupakan salah satu isu penting di dunia
Internasional. Namun pembahasan mengenai lingkungan cenderung berpusat pada
masalah pencemaran dan bencana-bencana lingkungan saja. Padahal persoalan
lingkungan tidak hanya masalah pencemaran dan bencana-bencana lingkungan
semata. Masih banyak aspek lain pada lingkungan yang terkait dengan keperluan
vital manusia.
Adalah suatu
kenyataan bahwa setiap bagian lingkungan hidup, sekalipun menjadi bagian
wilayah suatu negara atau berada di bawah hidup sebagai suatu keseluruhan.
Setiap bagian lingkungan merupakan bagian dari suatu kesatuan (a wholeness)
yang tidak dapat dipisah-pisahkan dan satu sama lain, membentuk satu kesatuan
tempat hidup yang disebut lingkungan hidup.[1]
Perubahan drastis
beberapa unsur lingkungan hidup yang diakibatkan oleh kegiatan manusia,
organisasi-organisasi bisnis publik dan privat, serta negara-negara, belakangan
ini menjadi perhatian besar umat manusia dan negara, serta menimbulkan reaksi
keras kelompok tertentu, terutama kalangan ekolog.[2]
Salah satu masalah
lingkungan yang patut mendapat sorotan dewasa ini adalah laju penurunan
populasi dan kepunahan beberapa spesies. Kepunahan berarti hilangnya keberadaan
dari sebuah spesies atau sekelompok takson.
Waktu kepunahan
sebuah spesies ditandai dengan matinya individu terakhir spesies tersebut.
Suatu spesies dinamakan punah bila anggota terkahir dari spesies ini mati.
Kepunahan terjadi bila tidak ada lagi makhluk hidup dari spesies tersebut yang
dapat berkembang biak dan membentuk generasi. Suatu spesies juga disebut
fungsional punah bila beberapa anggotanya masih hidup tetapi tidak mampu
berkembang biak, misalnya karena sudah tua, atau hanya ada satu jenis kelamin.
Ada banyak alasan
mengapa suatu spesies tertentu dapat menjadi punah. Meskipun faktor-faktor
tersebut dapat dianalisis dan dikelompokkan, ada beberapa penyebab kepunahan
yang muncul berkali-kali. Di bawah ini adalah beberapa faktor terbesar yang
menyebabkan kepunahan:[3]
1. Perusakan
Habitat
Planet kita secara
berkesinambungan berubah, mengakibatkan habitat-habitat makhluk hidup juga
terus berganti dan berubah. Perubahan-perubahan alami cenderung terjadi secara
bertahap, biasanya hanya menyebabkan pengaruh yang sedikit terhadap individu
spesies.
Bagaimanapun,
ketika perubahan- perubahan terjadi pada tahapan yang cepat, hanya ada sedikit
atau bahkan tidak ada waktu sama sekali bagi individu spesies untuk bereaksi
dan menyesuaikan diri dengan keadaan baru. Hal ini akan menghasilkan bencana,
dan untuk alasan ini, hilangnya habitat dengan cepat adalah penyebab utama dari
kepunahan spesies.
Serangan terkuat
dalam mempercepat hilangnya habitat-habitat teresebut adalah campur tangan
manusia. Hampir setiap daerah di seluruh dunia telah terpengaruh oleh kegiatan
manusia, terlebih selama beberapa abad terkahir iniHilangnya mikroba dalam
tanah yang dulunya mendukung hutan tropis, punahnya ikan dan spesies air
tercemar berbagai habitat, dan perubahan iklim global disebabkan oleh pelepasan
gas rumah kaca semua hasil aktivitas manusia.
Akan sulit bagi
suatu individu untuk menyadari pengaruh yang dimiliki manusia terhadap spesies
tertentu. Sulit untuk mengidentifikasi atau memprediksi pengaruh manusia
terhadap spesies individu dan habitat, terutama selama seumur hidup manusia.
Tetapi sangat jelas bahwa aktivitas manusia telah memberikan kontribusi untuk
membahayakan spesies. Sebagai contoh, meskipun hutan tropis mungkin terlihat
seolah-olah subur, mereka sebenarnya sangat rentan terhadap kehancuran.
Hal ini karena
tanah di mana mereka tumbuh kurang nutrisi. Mungkin diperlukan berabad-abad
untuk kembali tumbuh bagi sebuah hutan yang ditebang oleh manusia atau
dihancurkan oleh api, dan banyak hewan di dunia dan tanaman yang hidup di
hutan-hutan sangat terancam. Jika tingkat hilangnya hutan terus berlanjut,
sejumlah besar spesies tanaman dan hewan akan hilang.
Sekitar 10 juta
spesies hidup di bumi, dan antara 50% hingga 90% dari jumlah tersebut
diperkirakan berada di hutan tropis.[4]
Sekitar dua kali luas lapangan sepakbola hutan hujan tropis menghilang setiap
satu detik. Deforestasi mengakibatkan hilangnya 137 spesies tanaman, hewan dan
serangga setiap hari. Sejalan dengan menghilangnya beberapa spesies, maka
demikian juga akan menghilang obat-obatan bagi sejumlah penyakit. 25% dari
obat-obatan di negara-negara Barat berasal dari spesies tumbuhan di hutan hujan
tropis, dimana total baru 5% dari tanaman hutan hujan yang telah dipelajari
manusia.[5]
2. Pengenalan
Spesies Eksotik
Spesies asli
adalah tanaman dan hewan yang merupakan bagian dari wilayah geografis tertentu,
dan biasanya menjadi bagian dari lanskap biologis tertentu untuk periode waktu
yang panjang. Mereka juga disesuaikan dengan lingkungan lokal mereka dan
terbiasa dengan keberadaan spesies asli lainnya dalam habitat umum yang sama.
Spesies eksotik, bagaimanapun, adalah penyusup. Spesies yang diperkenalkan ke
lingkungan baru dengan cara aktivitas manusia, baik sengaja atau tanpa sengaja.
Interlopers ini
dipandang oleh spesies asli sebagai elemen asing. Mereka mungkin tidak
menyebabkan masalah yang jelas dan mungkin akhirnya dianggap sebagai alam
sebagai setiap spesies asli di habitat tersebut. Namun, spesies eksotis juga
dapat serius mengganggu keseimbangan ekologi halus dan dapat menghasilkan
sejumlah konsekuensi yang tidak disengaja berbahaya.
Bagian terburuk
dari konsekuensi yang tidak disengaja namun yang berbahaya muncul ketika
spesies eksotik spesies asli diperkenalkan dimasukkan ke dalam bahaya dengan
memangsa mereka. Hal ini dapat mengubah habitat alami dan dapat menyebabkan
kompetisi yang lebih besar untuk makanan.
Spesies telah biologis diperkenalkan kepada
lingkungan di seluruh dunia, dan efek yang paling merusak terjadi di
pulau-pulau. Diperkenalkan serangga, tikus, babi, kucing, dan spesies asing
lainnya telah benar-benar membahayakan dan menyebabkan kepunahan ratusan
spesies selama lima abad terakhir. Spesies eksotik jelas merupakan faktor yang
cukup besar dalam kepunahan.
3. Eksploitasi
yang Berlebihan
Spesies yang
menghadapi eksploitasi yang berlebihan adalah salah satu yang dapat menjadi
sangat terancam atau bahkan punah berdasarkan tingkat di mana spesies ini
sedang digunakan.
Terikat perburuan paus selama abad 20 adalah
contoh eksploitasi berlebihan, dan industri penangkapan ikan paus membawa
banyak spesies ikan paus untuk ukuran populasi yang sangat rendah. Ketika
beberapa spesies paus hampir punah, sejumlah negara (termasuk Amerika Serikat)
setuju untuk mematuhi moratorium internasional tentang penangkapan ikan paus.
Karena moratorium ini, spesies ikan paus beberapa, seperti ikan paus abu-abu,
telah membuat comeback yang luar biasa, sementara yang lain tetap terancam atau
hampir punah.
Pada suatu waktu,
ketika ada orang-orang jauh lebih sedikit di Bumi dan satwa liar yang lebih
banyak, eksploitasi seperti itu tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
jumlah keseluruhan hewan dan tumbuhan. Dengan lebih dari enam miliar orang di
dunia saat ini keadaan sekarang sangat berbeda. Sebagai hasil dari tekanan dari
populasi manusia yang terus meningkat, banyak spesies hewan dan tumbuhan telah
berkurang dalam jumlah besar dan mereka tidak akan bertahan lebih lama jika
manusia terus membunuh mereka.[6]
Karena perdagangan
hewan, banyak spesies terus menderita tingginya tingkat eksploitasi. Bahkan
saat ini, ada permintaan untuk item seperti tanduk badak dan tulang harimau di
beberapa daerah di Asia. Hal ini di sini bahwa ada pasar yang kuat untuk
obat-obatan tradisional yang terbuat dari bagian-bagian hewan.
4. Faktor Lainnya
Penyakit, polusi,
dan terbatasnya distribusi merupakan faktor-faktor lain yang mengancam berbagai
tanaman dan spesies hewan. Jika suatu spesies tidak memiliki perlindungan alami
terhadap patogen genetik tertentu, penyakit diperkenalkan dapat memiliki efek
yang parah pada specie itu.
Sebagai contoh, virus rabies dan distemper
anjing saat ini menghancurkan populasi karnivora di Afrika Timur. Binatang
domestik sering mengirimkan penyakit yang mempengaruhi populasi liar,
menunjukkan lagi bagaimana aktivitas manusia terletak pada akar penyebab paling
membahayakan. Polusi memiliki dampak serius spesies darat dan air ganda, dan
distribusi yang terbatas sering
konsekuensi dari
ancaman lain; populasi terbatas pada daerah kecil karena kehilangan habitat,
misalnya, mungkin malapetaka dipengaruhi oleh faktor acak.Demikian beberapa
faktor penyebab kepunahan yang utama. Namun di antara beberapa faktor di atas,
yang ingin disorot secara khusus faktor penyebab kepunahan spesies pada poin
ke-3 alinea dua yaitu tentang perdagangan spesies langka.
Perdagangan secara
gelap satwa langka dan dilindungi merupakan masalah dunia yang menyangkut
aktivitas penanaman investasi yang tidak sedikit. Menurut Sarah Fitzgerald dalam
International Wildlife Trade: Whose Business Is It (1989), perdagangan
hidupan liar eksotik di dunia mencapai angka minimum 5 miliar dolar AS per
tahun atau sekitar 10 triliun rupiah.
Di dalamnya
termasuk perdagangan 40.000 ekor jenis-jenis primata, gading dari setidaknya
90.000 gajah Afrika, sedikitnya 1 juta anggrek, 4 juta burung hidup, 10 juta
kulit hewan melata (reptilia), 15 juta mantel yang berasal dari burung liar,
350 juta ikan tropis, dan berbagai bentuk kerajinan yang terbuat dari kulit kangguru,
hingga hiasan dari cangkang penyu.[7]
Perdagangan
seperti itu jika tidak dikontrol dan dikelola dengan seksama akan mengakibatkan
permasalahan yang cukup serius. Yaitu kemusnahan jenis tertentu sehingga
mempunyai dampak ekologis terhadap kelestarian dan keseimbangan ekosistem yang
ada. Berdasarkan kenyataan-kenyataan
yang telah dipaparkan di atas, demi meningkatkan perlindungan terhadap spesies
langka secara internasional pada umumnya dan nasional khususnya, maka penting
untuk diteliti hal-hal yang berkaitan dengan peran CITES dalam perlindungan
spesies langka.
Hewan langka
merupakan hewan yang sudah jarang ditemukan, dan
keberadaannya hanya terdapat di tempat-tempat tertentu. Hewan
langka adalah
hewan yang hampir terancam punah dari keberadaannya akibat dari
keserakahan
manusia yang melakukan penebangan hutan secara liar yang merupakan
habitat
dan ekosistem dari hewan tersebut.
Disamping itu yang
menyebabkan kepunahan
mereka adalah pembakaran hutan baik yang disebabkan oleh pemanasan
global
maupun adanya kesenganjaan dari manusia itu sendiri dengan tujuan
untuk
memperluas areal pertanian ataupun memperluas wilayah pemukiman.
Banyaknya hiasan-hiasan yang menggunakan tulang belulang dari hewan
dengan harga yang lebih mahal, menjadikan perburuan dan perdagangan
hewan
menjadi semakin meningkat tanpa mengindahkan punahnya keberadaan
hewan
tersebut.
Di Indonesia
terdapat banyak hewan langka yang tersebar di seluruh
kepulauan Indonesia. Masyarakat sebagai penduduk asli warga negara
indonesia
wajib untuk melindungi eksistensi hewan-hewan langka yang ada di
Indonesia,
akan tetapi kurangnya informasi tentang hewan-hewan langka menjadi
kendala
untuk mengoptimalkan pelestarian hewan-hewan langka.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa saja hewan atau spesies yang baru ditemukan?
1.2.2 Apa saja hewan atau spesies yang hampir atau sudah punah?
1.2.3 Apa penyebab kepunahan hewan atau spesies?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu almiah dasar.
1.3.2 Untuk mengetahui hewan atau spesies yang baru ditemukan.
1.3.3 Untuk mengetahui hewan atau spesies yang hampir atau sudah
punah.
1.3.4 Untuk mengetahui penyebab kepunahan hewan atau spesies.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hewan
atau Spesies Yang Baru Ditemukan
1. Monyet bersin
Nama spesies
monyet berhidung ini adalah Rhinopithecus strykeri namun lebih sering disebut
dengan monyet bersin atau sneezing monkey. Monyet dari keluarga
Cercopithecidae, pertama kali ditemukan oleh para ilmuwan di Myamar. Diketahui
juga monyet tersebut adalah monyet pertama yang punya hidung aneh seperti itu.
Kini keberadaan monyet bersin di ambang kepunahanan. Monyet bersin ini punya
kebiasaan lucu karena ketika hujan monyet-monyet ini akan bersin.
Bersin-bersin
mereka diakibatkan oleh air yang masuk ke hidung mereka yang pipih. Untuk
menghindari bersin yang terus menerus ini, monyet bersin menutup hidung mereka.
Para penduduk asli mengatakan pada ilmuwan, jika ingin mencari monyet ini,
dengarkan suara bersin mereka saat hujan.
Untuk menghindari
hidungnya kemasukan air hujan, mereka menghabiskan waktu selama hujan dengan
duduk sembari menyelipkan kepala di antara lutut.
Sebuah tim ahli
primatologi internasional telah menemukan spesies baru monyet di Myanmar Utara
(dahulu Burma). Penelitian ini, yang diterbitkan di American Journal of
Primatology, mengungkapkan bagaimana Rhinopithecus strykeri, satu spesies
monyet berhidung pesek, memiliki hidung terbalik yang menyebabkannya sering
bersin di saat hujan.
Ahli biologi
lapangan yang dipimpin oleh Ngwe Lwin dari Asosiasi Keanekaragaman Hayati Dan
Konservasi Alam Myanmar serta didukung oleh tim internasional ahli primatologi
dari Fauna & Flora International (FFI) dan Yayasan Sumber Daya Manusia dan
Keanekaragaman Hayati, menemukan spesies baru ini selama berlangsungnya Hoolock
Gibbon Status Review nasional di awal tahun 2010. Para pemburu melaporkan
adanya spesies monyet dengan bibir menonjol dan lubang hidung terbalik yang
lebar.
Sebuah gambar yang
direkonstruksi dengan Photoshop, berdasarkan monyet berhidung pesek Yunnan dan
bangkai spesies yang baru ditemukan. (Kredit: Dr Thomas Geissmann)
Penampakan
tersebut dilaporkan dari Himalaya timur ke timur laut Kachin, membawa tim
peneliti untuk melakukan survei lapangan dan mengarah pada penemuan populasi
kecil spesies baru, yang menampilkan karakteristik tidak seperti spesies
berhidung pesek lain yang pernah dideskripsikan sebelumnya.
Thomas Geissmann,
yang memimpin pendeskripsian taksonomi, menggambarkan bahwa monyet itu memiliki
bulu hitam dengan warna putih hanya pada bagian jumbai telinga, jenggot dagu
dan area kerampangnya. Ia juga memiliki ekor yang relatif panjang, sekitar 140%
dari ukuran tubuhnya.
Spesies ini
dinamakan Rhinopithecus strykeri untuk menghormati Jon Stryker, Presiden dan
Pendiri Yayasan Arcus yang mendukung proyek tersebut. Namun, dalam dialek lokal
disebut mey nwoah, yang arinya ‘monyet berwajah terbalik’.
Sementara spesies
ini tergolong baru bagi ilmu pengetahuan, masyarakat lokal justru sudah
mengenal hewan itu dengan baik dan mengklaim sangat mudah menemukan mereka di
saat hujan karena hidung terbalik mereka seringkali kemasukan air hujan, dan
itu menyebabkan mereka bersin. Untuk menghindari hidungnya kemasukan air hujan,
mereka menghabiskan waktu selama hujan dengan duduk sembari menyelipkan kepala
di antara lutut.
Frank Momberg,
Koordinator Program Pembangunan Daerah FFI, Asia Pasifik, yang mewawancarai
para pemburu lokal selama survei lapangan, menunjukkan bahwa spesies ini hanya
berada di kawasan Sungai Maw. Area distribusi itu diyakini seluas 270 km
persegi dengan perkiraan populasi hanya berkisar 260-330 ekor. Itu artinya,
hewan ini sudah masuk dalam klasifikasi IUCN sebagai yang terancam punah.
Karena spesies
monyet berhidung pesek ini mendiami Negara Kachin di Myanmar timur laut, secara
geografis mereka terisolasi dari spesies lain oleh dua hambatan utama, Sungai
Mekong dan Salween, yang mungkin menjelaskan mengapa spesies ini belum pernah
ditemukan sebelumnya.
Menurut para
pemburu lokal, monyet-monyet tersebut menghabiskan bulan-bulan musim panas,
antara bulan Mei dan Oktober, di ketinggian yang lebih tinggi di hutan beriklim
campuran. Di musim dingin mereka turun lebih dekat ke desa karena hujan salju
membuat makanan menjadi langka.
Spesies monyet
berhidung pesek ditemukan di beberapa bagian Cina dan Vietnam. Saat ini semua
spesies dianggap terancam. Sampai sekarang tidak ada spesies yang telah
dilaporkan berada di Myanmar. Namun, tambahan terbaru bagi keluarga berhidung
pesek ini sudah sangat terancam. Hal ini dikarenakan tekanan perburuan
meningkat akibat pembangunan jalan logging oleh perusahaan China, mulai
merambah wilayah yang sebelumnya terisolasi.
2. Tamoya ohboya
Tomoya ohboya atau
yang bernama asli Bonaire Banded Box Jelly, adalah jenis ubur-ubur yang telah
ditemukan sejak 2008. Namun ubur-ubur ini baru berhasil diidentifikasi dua
tahun setelah penemuannya. Nama Oh Boy disumbangkan oleh Peck kepada tim
polling pencari nama species baru. Menurut Peck, semua orang akan mengatakan
"oh Boy" ketika melihat ubur-ubur dari family Tamoyidae itu.
“Oh, boy!”, kata-kata tersebut selalu didengar
setiap Tamoya Ohboya menyengat manusia yang berada di sekitarnya. Nggak heran
akhirnya kalimat tersebut melekat menjadi nama binatang laut yang unik ini.
Biar nggak kaget saat bertemu, kenalan yuk, dengan Ohboya!
Ide nama ubur-ubur
ini berasal dari seorang guru Biologi
bernama Liza Peck. Ia mengikuti kompetisi online untuk memberikan nama sejumlah
spesies baru. Dari 300 orang yang berpartisipasi, ide Liza paling banyak disukai.
Ia berpikir kata-kata pertama yang akan diucapkan orang saat bertemu Ohboya
adalah “oh, boy”.
Jangan sampai
salah mengira Ohboya saat melihatnya di laut. Bentuk tubuhnya yang kotak dengan
sulur-sulur panjang, membuatnya seperti layang-layang yang terlepas dan jatuh
ke air. Apalagi sejumlah ekornya punya warna-warni menariki
seperti pita rambut.
Ketika Ohboya
merasa terancam, spesies unik ini langsung menyengat kita dengan sengatan
beracunnya. Kita bisa langsung merasakan nyeri parah, kerusakan kulit, dan agitasi.
Hingga saat ini, sengatan si ubur-ubur kotak tersebut tercatat baru melukai
tiga orang penyelam yang kebetulan berada di dekatnya.
Sayangnya, hingga
saat ini informasi tentang Ohboya masih kurang. Beberapa hal yang sudah
diketahui, ubur-ubur ini hidup di Perairan Dutch Caribbean. Mereka mencari
mangsa di siang hari dan bisa berenang dengan cepat. Semoga akan ada riset baru
ya, buat memperkaya informasi seputar ubur-ubur kotak ini.
3. Cacing setan
Adalah jenis
cacing dengan panjang 0,5 mm yang hidupnya jauh di bawah permukaan laut. Saat
ditemukan di kedalam 1.3 km dari permukaan laut di lokasi tambang emas,
diketahui binantang ini bisa hidup dalam temperatur yang tinggi yakni 370
celcius. Cacing dengan sebutan lain Halicephalobus mephisto juga diyakini tidak
pernah menyentuh udara bebas sejak 4000 sampai 6000 tahun lalu. Penemuan cacing
dari keluarga Panagrolaimidae karena dimungkinkan adanya mahluk sama yang hidup
di kedalaman lain.
Panjangnya cuma
0,5 mm, namun cacing yang sangat kecil ini hidup di kedalaman yang ekstrem di
Bumi. Dia ditemukan di kedalaman 1,3 km di tambang emas di Afrika Selatan.
Spesies ini tahan
hidup di daerah yang bertekanan dan bersuhu tinggi bak neraka. Karena ukurannya
yang sangat kecil, cacing ini hanya bisa dilihat oleh mikroskop elektron.
Cacing ini bernama latin Halicephalobus
mephisto.
4. Kollasmosoma sentum
Tawon parasit dari
keluarga Braconidae hanya mampu terbang rendah yaitu sekitar 1 cm dari tanah.
Dia menggunakan tubuh semut untuk menaruh telurnya, setelah 0,052 detik diapun
mati. Sebenarnya semut bisa menghadapi parasit ini dengan kaki-kaki kecilnya
agar tawon tidak menaruh telur di badan semut. Cara-cara tawon menaruh telurnya
di semut kini bisa dilihat di youtube. Lebah parasit kecil ini hanya berukuran
1 cm, ditemukan di tanah di Madrid, Spanyol.
2.2 Hewan atau Spesies Yang hampir atau Sudah Punah
1. Harimau Jawa
Harimau Jawa atau
Java Tiger (Panthera tigris sondaica) adalah jenis harimau yang hidup di pulau
Jawa. Harimau ini dinyatakan punah pada tahun 1980-an, akibat perburuan dan
perkembangan lahan pertanian yang mengurangi habitat binatang ini secara
drastis.
Walaupun begitu,
ada juga kemungkinan kepunahan ini terjadi di sekitar tahun 1950-anketika
diperkirakan hanya tinggal 25 ekor jenis harimau ini di habitatnya. Terakhir
kali ada sinyalemen keberadaan Harimau Jawa ialah di tahun 1972. Di tahun 1979,
ada tanda-tanda bahwa tinggal 3 ekor harimau hidup di pulau Jawa. Walaupun
begitu, ada kemungkinan kecil binatang ini belum punah. Di tahun 1990-an ada
beberapa laporan tentang keberadaan hewan ini, walaupun hal ini tidak bisa
diverifikasi.
Harimau Jawa
berukuran kecil dibandingkan jenis- jenis harimau lain. Harimau jantan
mempunyai berat 100-141 kg dan panjangnya kira-kira 2.43 meter. Betina berbobot
lebih ringan, yaitu 75-115 kg dan sedikit lebih pendek dari jenis jantan.
Klasifikasi
ilmiah: Kerajaan: Animalia. Filum: Chordata. Kelas: Mamalia. Ordo: Carnivora.
Famili: Felidae. Genus: Panthera. Spesies: Panthera tigris. Upaspesies:
Panthera tigris sondaica. Nama trinomial: Panthera tigris sondaica. (Temminck,
1844)
2. Harimau Bali
Harimau Bali
(Panthera tigris balica) adalah subspesies harimau yang sudah punah dan pernah
mendiami pulau Bali, Indonesia. Harimau ini adalah salah satu dari tiga
sub-spesies harimau di Indonesia bersama dengan harimau Jawa (juga telah punah)
dan harimau Sumatera (spesies terancam).
Harimau ini adalah harimau terkecil dari ketiga sub-spesies; harimau terakhir
ditembak pada tahun 1925, dan sub-spesies ini dinyatakan punah pada tanggal 27September
1937.
Sub-spesies ini
punah karena kehilangan habitat dan perburuan. Sangat disayangkan sekali hewan
langka seperti diatas masih diburu oleh manusia ,dan akhirnya punah juga
3. Pesut Mahakam
Pesut Mahakam
(Latin:Orcaella brevirostris) adalah sejenis hewan mamalia yang sering disebut
lumba-lumba air tawar yang hampir punah karena berdasarkan data tahun 2007,
Pesut Mahakam tinggal 50 ekor saja dan menempati urutan tertinggi satwa
Indonesia yang terancam punah. Tidak seperti mamalia air lain yakni lumba-lumba
dan ikan paus yang hidup di laut, Pesut Mahakam hidup di sungai-sungai daerah
tropis.
Populasi satwa
langka yang dilindungi Undang-Undang ini hanya terdapatpada tiga lokasi di
dunia yakni Sungai Mahakam, Sungai Mekong, dan Sungai Irawady. Namun,
diberitakan bahwa pesut di Mekong dan Sungai Irrawaddy sudah punah. Dahulu
pesut pernah ditemukan di banyak muara- muara sungai di Kalimantan, tetapi
sekarang pesut menjadi satwa langka. Kecuali di sungai Mahakam, di tempat ini
habitat Pesut Mahakam dapat ditemukan ratusan kilometer dari lautan yakni di
wilayah kecamatan Kota Bangun, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Habitat hewan
pemangsa ikan dan udang air tawar ini dapat dijumpai di perairan Sungai
Mahakam, Danau Jempang (15.000 Ha), Danau Semayang (13.000 Ha) dan Danau
Melintang (11.000Ha). Pesut mempunyai kepala berbentuk bulat (seperti umbi) dengan
kedua matanya yang kecil (mungkin merupakan adaptasi terhadap air yang
berlumpur).
Tubuh Pesut
berwarna abu-abu sampai wulung tua, lebih pucat dibagian bawah - tidak ada pola
khas. Sirip punggung kecil dan membundar di belakang pertengahan punggung. Dahi
tinggi dan membundar; tidak ada paruh. Sirip dada lebar membundar. Pesut bergerak
dalam kawanan kecil. Walaupun pandangannya tidak begitu tajam dan kenyataan bahwa
pesut hidup dalam air yang mengandung lumpur, namun pesut merupakan 'pakar'
dalam mendeteksi dan menghindari rintangan-rintangan.
Barangkali mereka
menggunakan ultrasonik untuk melakukan
lokasi gema seperti yang dilakukan oleh kerabatnya di laut. Populasi hewan ini
terus menyusut akibat habitatnya terganggu,
terutama makin sibuknya lalu-lintas perairan Sungai Mahakam, serta tingginya
tingkat erosi dan pendangkalan sungai akibat pengelolaan hutan di sekitarnya. Kelestarian Pesut Mahakam
juga diperkirakan terancam akibat terbatasnya bahan makanan berupa udang dan
ikan, karena harus bersaing dengan para nelayan di sepanjang Sungai Mahakam.
4. Mentok Rimba
Mentok Rimba atau
dalam bahasa ilmiahnya Cairina scutulata
bisa dikatakan sebagai jenis bebek paling langka di dunia. Populasinya di seluruh
dunia sangat langka, diperkirakan hanya tersisa sekitar 1000 ekor. Sekitar 150 ekor
terdapat di Taman Nasional Way Kambas, salah satu habitat Mentok Hutan yang tersisa di Indonesia.
Mentok Rimba
dikenal juga sebagai Mentok Hutan,
Serati, Bebek Hutan atau Angsa Hutan dan dalam bahasa inggris dikenal sebagai White-winged Wood Duck. Spesies ini termasuk
salah satu burung air dari suku Anatidae (bebek). Mentok Rimba (Cairina scutulata) nyaris mirip dengan
spesies Bebek Manila (Cairina moschata) yang sering dipelihara. Mentok berukuran
besar antara 66-75 cm. Bentuknya hampir
menyerupai bebek. Warna bulunya gelap dan kepala serta lehernya keputih-
putihan. Penutup sayap kecil putih, penutup sayap tengah dan spekulum abu-abu
biru.
Mentok Rimba
berhabitat di lahan basah yang dekat dengan rawa-rawa. Burung jenis ini suka
sekali bersembunyi di siang hari dan pada malam hari mereka juga dapat aktif mencari makan sendiri, berpasangan, maupun
berkelompok 6-8 ekor.
Karena hidupnya di lahan basah (air), maka pembangunan listrik tenaga air dan polusi manusia menjadi ancaman terbesar bagi mereka. Selain itu, penurunan polulasinya juga diakibatkan oleh kerusakan, degradasi, dan
gangguan habitatnya termasuk kehilangan koridor hutan di tepi sungai. Polulasinya
yang tinggal sedikit ini sangat beresiko terhadap kepunahan.
Habitat Mentok
Rimba tersisa di Thailand, Kamboja, Vietnam, Laos, Myanmar, Indonesia, India,
dan Bangladesh dengan jumlah populasi tidak mencapai 1000 ekor. Di Indonesia, semula
Mentok Rimba ini dapat dijumpai di Jawa dan Sumatera, namun kini bebek jenis
ini telah punah di Jawa. Sedangkan di Sumatera
diperkirakan hanya bertahan di Taman Nasional Way Kambas dengan populasi sekitar 150 ekor.
Jumlah populasi
dan penyebarannya menjadikan IUCN Redlist
memasukkan Mentok Rimba dalam kategori
Endangered (EN / Genting) yang berarti terancam kepunahan . Status ini sama
persis seperti yang disandang oleh Burung Maleo
5. Burung Maleo
Burung maleo yang
dalam nama ilmiahnya macrocephalon maleo adalah sejenis burung yang berukuran sedang, dengan panjang sekitar
55cm. Burung maleo adalah satwa endemik sulawesi, artinya hanya bisa ditemukan
hidup dan berkembang di pulau sulawesi, indonesia. Selain langka, burung ini ternyata
unik karena anti poligami. Selain sebagai satwa endemik burung maleo (macrocephalon maleo) ini yang mulai langka dan
dilindungi ini juga merupakan burung yang unik. Keunikannya mulai dari struktur
tubuh, habitat, hingga tingkah lakunya yang salah satunya adalah anti poligami.
Makanya tidak
mengherankan jika sejak tahun 1990 berdasarkan sk. No. Kep. 188.44/1067/ro/ bklh
tanggal 24 pebruari 1990, burung maleo ditetapkan
sebagai satwa maskot provinsi sulawesi tengah. Burung maleo memiliki bulu berwarna hitam, kulit
sekitar mata berwarna kuning, iris mata merah kecoklatan, kaki abu-abu, paruh
jingga dan bulu sisi bawah berwarna merah-muda keputihan. Di atas kepalanya
terdapat tanduk atau jambul keras berwarna hitam. Jantan dan betina serupa.
Biasanya betina berukuran lebih kecil dan berwarna lebih kelam dibanding burung
jantan.
Populasi
terbanyaknya kini tinggal di Sulawesi tengah. Salah satunya adalah di cagar
alam saluki, donggala, sulawesi tengah. Di wilayah taman nasional lore lindu
ini, populasinya di taksir tinggal 320
ekor. Karena populasinya yang kian
sedikit, burung unik dan langka ini dilindungi dari kepunahan. maleo
dikategorikan sebagai terancam punah di dalam iucn red list. Spesies ini didaftarkan
dalam cites appendix.
Populasi maleo
terancam oleh para pencuri telur dan pembuka lahan yang mengancam habitatnya.
Belum lagi musuh alami yang memangsa telur maleo, yakni babi hutan dan biawak.
Habitatnya yang khas juga mempercepat
kepunahan. Maleo hanya bisa hidup di dekat pantai berpasir panas atau di pegununungan
yang memiliki sumber mata air panas atau
kondisi geothermal tertentu. Sebab di daerah dengan sumber panas bumi itu,
maleo mengubur telurnya dalam pasir.
6. Bekantan
Bekantan atau
biasa disebut Monyet Belanda merupakan satwa endemik Pulau Kalimantan
(Indonesia, Brunei, dan Malaysia). Bekantan merupakan sejenis kera yang
mempunyai ciri khas hidung yang panjang dan besar dengan rambut berwarna coklat
kemerahan. Dalam bahasa ilmiah, Bekantan disebut Nasalis larvatus.
Bekantan dalam
bahasa latin (ilmiah) disebut Nasalis larvatus, sedang dalam bahasa inggris
disebut Long-Nosed Monkey atau Proboscis Monkey. Di negara-negara lain disebut
dengan beberapa nama seperti Kera Bekantan (Malaysia), Bangkatan (Brunei),
Neusaap (Belanda). Masyarakat Kalimantan sendiri memberikan beberapa nama pada
spesies kera berhidung panjang ini seperti Kera Belanda, Pika, Bahara
Bentangan, Raseng dan Kahau.
Bekantan yang
merupakan satu dari dua spesies anggota Genus Nasalis ini sebenarnya terdiri
atas dua subspesies yaitu Nasalis larvatus larvatus dan Nasalis larvatus
orientalis. Nasalis larvatus larvatus terdapat dihampir seluruh bagian pulau
Kalimantan sedangkan Nasalis larvatus orientalis terdapat di bagian timur laut
dari Pulau Kalimantan.
7.
Ivory-Billed Woodpecker (Burung pelatuk berparuh gading)
Burung langka ini hidup atau pernah
terlihat di Sebelah Tenggara Amerika Serikat serta Kuba. Burung pelatuk ini
sempat dikabarkan punah pada tahun 2004, hingga penampakannya kembali muncul di
Arkansas, dan Florida. Namun keberadaannya sampai saat ini masih belum
diketahui secara pasti. Jika memang burung ini masih ada, diperkirakan
jumlahnya sudah sangat sedikit sekali.
8.
Amur Leopard (Macan Tutul amur)
Hewan yang memiliki nama latin
Panthera pardus orientalis ini merupakan subspesiesn macan tutul yang sangat
sangat langka yang hanya hidup di daerah terpencil dan bersaljlu di hutan
sebelah utara di wilayah Primorye, Rusia Timur. Dulunya macan tutul amur juga
hidup di Korea dan Utara China, tetapi sekarang sudah tidak lagi. Pada tahun
2007 jumlah mereka disensus hanya ada sekitar 14-20 yang dewasa, dan 5-6
anakannya.
3.
Badak jawa (Javan rhinoceros)
Hewan yang memiliki nama latin
Rhinoceros sondaicus ini merupakan satu dari 5 spesies badak yang paling
terancam punah di dunia. Jumlahnya diperkirakan hanya sekitar 40-60 ekor saja.
Itu pun yang terdapat di Ujung Kulon. Dulunya mereka menyebar di beberapa
wilayah di Asia Tenggara, tetapi sekarang sudah tidak lagi. Kebanyakan mati
karena diburu untuk diambil cula-nya, yang konon bisa digunakan untuk obat
tradisional..
4.
Northern sportive lemurs
Memang sangat sulit untuk
menyebutkan satu spesies lemur lebih terancam punah dibandingkan dengan spesies
lemur lainnya yang jumlahnya sekitar 100 spesies dan semuanya hidup di Pulau
Madagaskar. Namun para peneliti baru-baru ini mengatakan bahwa spesies lemur
yang memiliki nama latin Lepilemur septentrionalis ini jumlahnya tidak lebih
dari 20 ekor saja di alam liar. Konon jenis lemur ini hanya hidup di satu
pegunungan kecil di ujung utara pulau Madagaskar.
5. Northern right whale
Spesies ikan paus yang memiliki nama
latin Eubalena glacialis ini merupakan spesies ikan Paus paling terancam punah
di dunia. Jumlahnya diketahui hanya sekitar 350 ekor yang bertualang di pantai
Atlantik, Kanada, dan Amerika Serikat.
6.
Lowland Gorilla (Gorilla Dataran Rendah)
Ada dua jenis Gorilla dataran rendah
yang hidup di Afrika Barat, yaitu Gorilla dataran rendah barat (Gorilla
gorilla) yang populasinya paling banyak dibandingkan dengan 4 spesies gorilla
lainnya, yaitu sekitar 100.000 ekor di alam liar, dan Cross River gorilla
(Gorilla diehli) yang jumlahnya hanya ratusan. Kedua jenis Gorilla dataran
rendah tersebut jumlahnya menurun hingga 60% dalam 25 tahun terakhir. Dan
diperkirakan jumlahnya akan terus menurun dalam beberapa dekade mendatang
akibat kehilangan habitat, perburuan liar, dan yang paling berpengaruh adalah
penyakit.
7.
Leatherback sea turtle (Kura-kura laut punggung kulit)
Spesies kura-kura yang memiliki nama
latin Demochelys coriacea ini merupakan spesies kura-kura terbesar di dunia,
dan memiliki jangkauan paling luas dibandingkan dengan spesies kura-kura
lainnya. Mereka berenang ke seluruh dunia melewati daerah tropis hingga daerah
sub-kutub. Sayangnya, menurut IUCN, pada tahun 1982 hanya ada sekitar 115.000
kura-kura betina dewasa di dunia, dan 14 tahun kemudian, hanya ada
20.000-30.000 saja. Populasinya pun kian menyusut dari waktu ke waktu.
Masalah yang mengancam populasi
mereka antara lain, pencurian telur mereka oleh manusia, perburuan liar,
perubahan iklim dunia, dan habitat mereka yang tercemar.
8.
Siberian Tiger (Harimau Siberia)
Spesies harimau yang memiliki nama
latin Panthera tigris altaica ini merupakan kucing besar terbesar di dunia.
Beratnya bisa mencapai 300 kg. Akibat perburuan yang berkelanjutan, jumlah
harimau Siberia pada tahun 1930-an diketahui hanya sekitar 40 ekor. Setelah
hewan ini dilindungi Undang-Undang jumlah mereka pun bisa bertambah hingga 500
ekor saat ini. Meskipun demikian populasi mereka masih terancam oleh perburuan liar,
dan hilangnya habitat akibat ekspansi perluasan lahan manusia, dan penebangan
liar.
9.
Chinese Giant Salamander (Salamander Raksasa dari Cina)
Kadal yang memiliki nama latin
Andrias davidianas ini merupakan amphibi terbesar di dunia. Panjangnya bisa
mencapai 6 kaki. Mereka hidup di Cina bagian Tengah, Barat Daya, dan Selatan.
Namun kabarnya saat ini Salmander ini sudah tidak terlihat lagi, akibat dari
perburuan berlebihan yang menjadikan mereka sebagai sumber makanan.
10.
Little Dodo Bird
Burung unik ini
juga disebut burung Manumea oleh penduduk asli Samoa. Hanya sekitar ratusan
burung ini yang hidup di dua Pulau Samoa. Dan saat ini mereka semakin
menghilang akibat dari perburuan liar dan kehilangan habitat.
2.3 Penyebab Kepunahan Hewan atau Spesies
Setiap makhluk
hidup pasti akan mati termasuk kita manusia tidak terkecuali hewan dan
tumbuhan. Kematian suatu jenis makhluk hidup secara terus menerus yang tidak
diimbangi dengan regenarasi generasi penerus / keturunan (berkembang biak)
adalah merupakan kepunahan. Punah berarti tidak akan ada lagi makhluk hidup itu
selama-lamanya di muka bumi. Contoh spesies yang sudah punah adalah dinosaurus
jenis t-rex.
Faktor Alasan Penyebab Kepunahan Suatu Spesies :
1. Daya Regenerasi Yang Rendah
Banyak hewan yang
butuh waktu lama untuk masuk ke tahap berkembang biak, biasa memiliki satu anak
perkelahiran, butuh waktu lama untuk merawat anak, sulit untuk kawin, anaknya
sulit untuk bertahan hidup hingga dewasa, dan sebagainya. Tumbuhan tertentu pun
juga terkadang membutuhkan persyaratan situasi dan kondisi yang langka untuk
bisa tumbuh berkembang. Hal tersebut menyulitkan spesies yang memiliki daya
regenerasi / memiliki keturunan rendah untuk memperbanyak dirinya secara
signifikan. Berbeda dengan tikus, ayam, lalat, kelinci, dll yang mudah untuk
melakukan regenerasi.
2. Campur Tangan Manusia
Adanya manusia
terkadang menjadi malapetaka bagi keseimbangan makhluk hidup di suatu tempat.
Manusia kadang untuk mendapatkan sesuatu yang berharga rela membunuh secara
membabi buta tanpa memikirkan regenerasi hewan atau tumbuhan tersebut. Gajah
misalnya dibunuhi para pemburu hanya untuk diambil gadingnya, harimau untuk
kulitnya, monyet untuk dijadikan binatang peliharaan, dan lain sebagainya.
Perubahan areal
hutan menjadi pemukiman, pertanian dan perkebunan juga menjadi salah satu
penyebab percepatan kepunahan spesies tertentu. Mungkin di jakarta jaman dulu
terdapat banyak spesies lokal, namun seiring terjadinya perubahan banyak
spesies itu hilang atau pindah ke daerah wilayah lain yang lebih aman.
3. Bencana Alam Besar
Adanya bencana
super dahsyat seperti tumbukan meteor seperti yang terjadi ketika jaman
dinosaurus memungkinkan banyak spesies yang mati dan punah tanpa ada satu pun
yang selamat untuk meneruskan keturunan di bumi. Sama halnya dengan jika
habitat spesies tertentu yang hidup di lokasi yang sempit terkena bencana besar
seperti bancir, kebakaran, tanah longsor, tsunami, tumbukan meteor, dan lain
sebagainya maka kepunahan mungkin tidak akan terelakkan lagi.
4. Didesak Populasi Lain Yang Kuat
Kompetisi antar
predator seperti macan tutul dengan harimau mampu membuat pesaing yang lemah
akan terdesak ke wilayah lain atau bahkan bisa mati kelaparan secara masal yang
menyebabkan kepunahan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hewan-hewan
didunia ini banyak yang sudah punah, banyak factor yang menyebabkan hal
tersebut, mulai dari factor alam yang kita biasa sebut sebagai hukum biosfer,
atau fakto rmanusia yang menguasai dan memimpin bumi ini, hendaknya kita dan
hewan saling dukung mendukung dalam proses kehidupan, karena hewan dan manusia
harus hidup seimbang, tidak ada yang dirugikan dan merugikan.
Selain hewan-hewan
yang punah, ternyata terdapat beberapa hewan yang baru yang ditemukan, seperti
monyet bersin, ubur-ubur dan masih banyak lagi yang lainya.
3.2 Saran
Kita sebagai
manusia dan sekaligus sebagai pemimpin dimuka bumi, hendaknya kita menjaga agar
hewan-hewan tidak mengalami kepunahan dan agar hewan dan manusia dapat hidup
berdampingan tanpa ada yang dirugikan dan merugikan.
DAFTAR PUSTAKA
Endangeredspecie, Cause of Endangerment, diakses dari halaman world
wide web: http://www.endangeredspecie.com/causes_of_endangerment.htm pada
tanggal 20 Juli 2011
Environment Matters at the
World Bank: 2009. Environment on Biodiversity, Annual Review, h.45
Fachruddin M. Mangunjaya, Hidup Harmonis dengan Alam: Esai-Esai
Pembangunan Lingkungan, Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Indonesia
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), h.44
http://baruuniks.blogspot.com/2012/11/penemuan-baru-hewan-hewan-yang.html (minggu 15 Desember 2013)
http://faunague.blogspot.com/2013/05/10-hewan-di-dunia-yang-paling-terancam.html (minggu 15 Desember 2013)
http://novicious.blogspot.com/2013/01/hewan-di-indonesia-yang-sudah-punah-dan.html (minggu 15 Desember 2013)
http://www.apakabardunia.com/2012/07/temuan-10-spesies-unik-yang-baru.html (minggu 15 Desember 2013)
http://www.faktailmiah.com/2010/10/27/penemuan-spesies-baru-monyet-berhidung-pesek-di-myanmar-utara.html (minggu 15 Desember 2013)
http://www.organisasi.org/1970/01/penyebab-punah-kepunahan-spesies-hewan-binatang-dan-tumbuhan-dari-muka-bumi.html (minggu 15 Desember 2013)
Ibid, h.3 3Wikipedia, Kepunahan, diakses dari halaman world wide
web: http://id.wikipedia.org/kepunahan.htm pada tanggal 20 Juli 2011
IdaBagus Wyasa Putra, Hukum Lingkungan Internasional: Perspektif
Bisnis Internasional (Jakarta: PT. Refika Aditama, 2003), h.2
WRI, IUCN, UNEP, Global Biodiversity Strategy, diterjemahkan oleh
WALHI dengan judul Strategi Keanekaragaman Hayati Global (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 1995) h.7
YPTE, Trade in Endangered Species, diakses dari halaman world wide
web: http://www.ypte.org.uk/environmental/trade-in-endangered-species/25 pada
tanggal 22 Juli 2011
[1] IdaBagus
Wyasa Putra, Hukum Lingkungan Internasional: Perspektif Bisnis Internasional
(Jakarta: PT. Refika Aditama, 2003), h.2
[2] Ibid,
h.3 3Wikipedia, Kepunahan, diakses dari halaman world wide web:
http://id.wikipedia.org/kepunahan.htm pada tanggal 20 Juli 2011
[3] Endangeredspecie,
Cause of Endangerment, diakses dari halaman world wide web:
http://www.endangeredspecie.com/causes_of_endangerment.htm pada tanggal 20 Juli
2011
[4] WRI,
IUCN, UNEP, Global Biodiversity Strategy, diterjemahkan oleh WALHI dengan judul
Strategi Keanekaragaman Hayati Global (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
1995) h.7
[5] Environment
Matters at the World Bank: Environment on Biodiversity, 2009 Annual Review,
h.45
[6] YPTE,
Trade in Endangered Species, diakses dari halaman world wide web: http://www.ypte.org.uk/environmental/trade-in-endangered-species/25
pada tanggal 22 Juli 2011
[7] Fachruddin
M. Mangunjaya, Hidup Harmonis dengan Alam: Esai-Esai Pembangunan Lingkungan,
Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2006), h.44