Thursday, November 3, 2011

Tahap penciptaan manusia menurut islam


Dari Abu 'Abdirrahman Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anh, dia berkata : bahwa Rasulullah telah bersabda, "Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi 'Alaqoh (segumpal darah) selama itu juga lalu menjadi Mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan 4 kata : Rizki, Ajal, Amal dan Celaka/bahagianya. maka demi Alloh yang tiada Tuhan selainnya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. Ada diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surga.
Faedah-faedah dari hadits di atas:

1. Fase perkembangan janin didalam rahim
Hadits ini menunjukkan bahwa janin berubah bentuk dalam 120 hari melalui tiga fase. Setiap fase terjadi selama empat puluh hari. Pada empat puluh hari pertama berupa nuthfah (seperma), kemudian empat puluh hari kedua berupa ‘alaqah (segumpal darah yang menggantung), kemudian pada empat puluh hari yang ketiga berupa mudhghah (segumpal daging). Setelah 120 hari malaikat meniupkan ruh dan menuliskan untuknya empat kalimat. Allah ta’ala sungguh telah menyebutkan didalam kitab-Nya tentang perubahan janin pada fase-fase ini. Allah ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي الأرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا وَتَرَى الأرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ
Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya Dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. dan kamu Lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Q.S. Al-hajj : 5)
Allah ta’ala juga berfirman yang artinya:
Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. (Q.S. Al Mukminun : 12-14)
Pada ayat ini Allah menyebutkan empat fase yang disebutkan dalam hadits dan menambahnya dengan tiga fase yang lain sehingga jadilah tujuh fase. Ibnu Abbas mengatakan, “Bani adam diciptakan pada tujuh fase kemudian ia membaca ayat ini.
2. Ditiupkannya ruh setelah genap empat bulan, hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallhu ‘alaihi wa sallam, “Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu dia meniupkan kepadanya ruh”
Dari hal ini dibangun hukum berikut:
• Jika janin gugur setelah ditiupkannya ruh maka ia dimandikan, dikafani, dishalatkan, dikuburkan dipemakaman kaum muslimin, diberi nama dan diakikahi. Hal ini karena ia telah menjadi manusia maka berlaku padanya hukum sebagaimana manusia yang lain.
• Terlarangnya menggugurkan kandungan setelah ditiupkan ruh dalam keadaan apapun. Jika ruh telah ditiupkan maka kandungan tidak boleh digugurkan karena jika ia menggugurkannya berarti telah membunuh janin yang telah menjadi manusia.
3. Ilmu Allah
Sesungguhnya Allah ta’ala mengetahui keadaan makhluknya sebelum para makhluk diciptakan. Tidak akan muncul sedikitpun dari mereka baik berupa iman, ketaatan, kekufuran, kemaksiatan, kebahagian, kecelakaan melainkan Allah telah mengetahuinya dan menghendakinya. Sungguh sangat banyak dalil-dalil yang menyebutkan tentang kitab yang mendahului (penciptaan). Pada shahih bukhari disebutkan hadits dari ‘Ali bin Abi Thalib radiyallahu anhu dari Nabi shallallhu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, ”Tidak ada satu jiwapun yang dilahirkan melainkan Allah pasti telah mencatat tempat kembalinya di surga ataukah di neraka dan melainkan telah ditetapkan celaka atau bahagia. Maka ada seseorang berkata, ”Wahai Rasulullah, apakah kita tinggal diam bersandar pada kitab dan tidak beramal? Lalu Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “beramalah karena setiap orang dimudahkan terhadap apa-apa yang telah diciptakan baginya, adapun orang yang bakal bahagia akan dimudahkan untuk melakukan amalan orang yang bahagia dan orang yang bakal celaka akan dimudahkan melakukan amalan orang yang celaka, kemudian beliau membaca,
فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى . وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى
Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa. Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga). (QS Al Lail : 5-6)
Meskipun demikian Ilmu Allah tidaklah menghilangkan adanya ihtiyar dan kehendak hamba, karena ilmu adalah sifat yang tidak memberikan pengaruh. Allah telah memerintahkan makhluk-Nya untuk beriman dan taat, melarang mereka dari kekufuran dan maksiat maka hal ini merupakan bukti bahwa hamba memiliki pilihan dan kehendak terhadap hal-hal yang ia inginkan. Jika tidak demikian tentu perintah dan larangan Allah hanyalah sesuatu yang sia-sia belaka. Allah ta’ala berfirman,
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا .فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا .قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا .وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Q.S. Asy Syams : 7-10)
4. Berhujjah/beralasan dengan takdir
Allah benar-benar telah memerintah kita untuk beriman kepada-Nya dan mentaatinya serta melarang kita dari kekafiran dan maksiat kepada-Nya. Inilah yang kewajiban kita. Apapun yang ditakdirkan Allah bagi kita maka kita tidak mengetahuinya (kecuali setelah terjadinya, pent). Selain itu kita juga tidak akan ditanya tentang hal tersebut. Oleh karena itu orang yang melakukan kesesatan, kekufuran dan kefasikan tidak boleh berhujah dengan takdir, dengan catatan maupun kehendak Allah, kecuali setelah perkara tersebut terjadi. Allah berfirman,
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (Q.S. At Taubah : 105)
Adapun setelah terjadinya sesutau yang telah ditakdirkan maka dibolehkan berhujah dengan takdir karena seorang mukmin akan mendapatkan ketenangan ketika tunduk terhadap ketetapan Allah. Ketetapan Allah bagi seorang mukmin terjadi dengan semuanya membawa kebaikan, baik hal itu berupa kesenangan maupun kesusahan.
5. Amal itu tergantung akhirnya
Imam bukhari meriwayatkan dari Sahl bin sa’ad dari Nabi shallallhu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, ”Hanyalah amal-amal itu tergantung pada akhirnya.” Maknanya bahwasanya orang yang telah ditetapkan baginya berupa keimanan serta ketaatan pada akhir hidupnya, terkadang pada suatu ketika dia ingkar kepada Allah dan bermaksiat kepadanya, kemudian Allah memberinya taufiq untuk beriman dan mentaati-Nya di masa-masa akhir sebelum berakhir umurnya, lalu ia mati dalam keadaan yang demikian maka ia masuk surga. Adapun orang yang telah ditetapkan baginya kekufuran dan kefasikan pada akhir hidupnya, terkdaang pada suatu ketika ia beriman dan taat, kemudian Allah mentelantarkannya dengan sebab kehendak, usaha serta perbuatan hamba tersebut. Lalu orang tersebut mengucapkan kalimat kekufuran, beramal dengan amalan penduduk neraka dan mati dalam keadaan yang demikian maka ia masuk neraka.
Hendaknya kita tidak tertipu dengan sesutau yang nampak dari manusia karena sesungguhnya yang menjadi ibrah/pelajaran adalah keadaan akhirnya. Kita memohon kepada Allah keteguhan di atas kebenaran dan kebaikan serta husnul khatimah

No comments: